Film 'Ice Cold' Resmi Tayang, Jaksa Shandy Sesali Gak Sesuai Ekspektasi
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kasus 'Kopi Sianida' pada 2016, Shandy Handika menyesali jalan cerita yang dibuat Netflix di Film Dokumenter 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso".
Shandy menilai, isi pokok yang dinarasikan dalam Film garapan Netflix itu sudah keluar dari tujuan awal ketika diminta wawancara.
Hal itu dikemukakan Shandy Handika saat menjadi bintang tamu di podcast Denny Sumargo, Selasa (10/10/2023) lalu.
Shandy menceritakan awal mula dirinya diwawancarai Netflix sekitar 2 tahun lalu. Namun, ia merasa apa yang dimintakan padanya dengan apa yang ditayangkan tidak sesuai harapan.
“Izin mereka waktu itu syuting untuk apa?” tanya Denny Sumargo kepada Shandy.
“Itu untuk mencari tahu bagaimana versi Jaksa dan apa yang dialami oleh tim Jaksa pada saat persidangan, bukan persidangan itu sendiri,” jawab Shandy
Lantas, Denny Sumargo ingin memastikan kesesuaian tujuan awal dan hasil akhir produksi. Denny menanyakan kepada Jaksa Shandy mengenai apakah film yang dikeluarkan Netflix sesuai ekspektasi atau tidak.
“Nah, film keluar. Rame. Sesuai enggak dengan ekspektasi?” tanya Denny Sumargo.
Shandy langsung memberikan jawaban tegas. Shandy blak-blakan menyebut, isi Film sudah tidak sesuai dengan tujuan awal dan menimbulkan perdebatan baru bagi masyarakat Indonesia. Padahal, kata Shandy, proses hukum telah selesai dan tidak ada lagi perdebatan.
“Sebenernya tidak, karena yang kami bayangkan adalah gambaran mengenai bagaimana seputar persidangan, karena itulah yang ditawarkan oleh Netflix, bukan materinya. Tapi ternyata pada saat filmnya documenter ini muncul ini ternyata pihak penasehaat hukum masuk materi perkara lagi, menggali lagi sesuatu yang sebenarnya sudah menjadi analisa dan perdebatan 2016 itu. Kami menghindari itu, tapi ternyata pihak penasihat hukum membahas kejanggalan.” Jawabnya.
“Itu yang akhirnya jadi ramai lagi,” timpal Denny
"Seharusnya kalau orang paham hukum, film dokumenter seperti itu tidak lagi membahas kejanggalan, karena apa? Kita di Fakultas hukum itu diajarkan postulat, yesrudikator. Proferitate habetur, artinya putusan pengadilan itu harus dianggap benar dan dihormati. Jadi sudah tidak ada lagi perdebatan, apalagi kasus itu sudah diuji lima kali," pungkas Shandy