PTS Dhuafa Diarak ke Tiang Gantungan Sejarah

Ilustrasi Buku
Sumber :
  • Screenshot berita Intipseleb.com

Bertalian jumlah PTN juga makin banyak, mereka menyedot jumlah puluhan ribu mahasiswa lewat kebijakan bergelombang-gelombang. Dan tentu, pola 'gelombang-gelombang' itu riskan terhadap perilaku moral hazard bagi pengelola, seperti yang terjadi tahun lalu di Lampung. 

Dulunya, PTN itu hanya memiliki dua jalur; tes dan tanpa tes. Dan galibnya, setiap memasuki bulan Juli, PTN tidak menerima lagi mahasiswa baru.  

Tentu, mereka yang tidak lolos di dua jalur seleksi di PTN itu, mereka berbondong-bondong mencari PTS sesuai yang diharapkan. Dengan tidak adanya pengaturan jadwal penerimaan mahasiswa bagi PTN seperti dulu, pasti PTS KMKM akan kena getah dan keok saat ini. Dampakya, PTS KMKM, biaya kuliahnya, pasti banyak yang diobral. Jadilah, PTS dhuafa.

Selain itu, aturan yang ketat dengan menstandarisasi semua PT dengan perspektif (paradigma) negeri dan PTS pemodal kakap, banyak PTS KMKM sulit memenuhi persyaratan itu. 

Mulai dari soal rasio dosen, mahasiswa, akreditasi, penjaminan mutu, kepangkatan dosen, rasio bangunan perkuliahan, termasuk lab, perpusatakan, ruang praktikum, hingga fasilitas sarana dan prasarana lainnya. 

Kendati ada kebijakan MKBM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dan kebijakan lainnya, sejatinya belum mampu mendongrak kemerdekaan kampus. MBKM lebih banyak membidik kemerdekaan pembelajaran mahasiswa. 

Sementara dosen masih tersandera dengan pelbagai aturan kaku dan kikuk. Aturan-aturan yang ketat seperti itu, tentu gampang dimanipulasi. Dosen rawan terseret pada perilaku yang kurang elok, misalnya, plagiasi, menjadi tukang koleksi KUM dan dokumen, dan lainnya, sehingga dosen kehilangan elan perspektif dan visi pengembangan kemajuan masyarakat.