Sejumlah THL Pemkab Purwakarta Diduga 'Nyambi' Jadi Tim Sukses Caleg
- Istimewa
VIVA Jabar – Sejumlah pegawai non-ASN di Kabupaten Purwakarta, disinyalir terlibat politik praktis. Bahkan, ada beberapa tenaga harian lepas (THL) yang secara terang-terangan telah dikukuhkan menjadi pengurus salah satu partai politik. Sayangnya, hal itu seperti dibiarkan oleh instansi terkait.
Informasi yang diperoleh tim media, sejumlah honorer atau THL yang terlibat dalam politik praktis itu di antaranya ada di lingkup Dinas Komunkasi dan Informatika (Diskominfo) dan Satpol PP Kabupaten Purwakarta. Bahkan, mereka secara terang-terangan terlibat dalam pemenangan Anne Ratna Mustika yang akan maju sebagai Bakal Calon Legislatif dari Partai Golkar.
Selain itu, mereka pun diduga menggunakan fasilitas negara untuk membuat posko mereka. Kabarnya, posko yang saat ini dilabeli 'ARM Center' itu menggunakan aset milik Diskominfo setempat. Bukan hanya gedung yang berlokasi disekitar Jalan Ganda Negara, mereka pun termasuk menggunakan sarana dan prasarana negara lainnya untuk kebutuhan politik.
Saat dimintai tanggapan mengenai hal tersebut, Kepala Diskominfo Kabupaten Purwakarta, Rudi Hartono mengaku akan segera memanggil para pegawai (THL) yang diduga turut terlibat dalam politik praktis tersebut.
"Para THL ini nanti akan kami panggil," ujar Rudi saat dikonfirmasi awak media, Senin (25/9/2023).
Saat ditanya mengenai salah seorang THL yang telah dikukuhkan menjadi pengurus partai politi, Rudi mengaku akan mengambil langkah tegas. Bila perlu, akan dilakukan pemutusan perjanjian kerja.
Terkait dugaan penggunaan bangunan dan fasilitas milik Diskominfo menjadi posko pemenangan, Rudi mengaku, sampai saat ini belum menerima laporan. Namun jika hal tersebut benar adanya, pihaknya akan berkordinasi dengan Pj Bupati untuk menarik seluruh aset yang ada.
"Nanti kita akan berkordinasi dulu dengan Pak Pj Bupati. Kalau memang digunakan untuk berpolitik, jelas itu melanggar aturan," tegas dia.
Untuk diketahui, pegawai pemerintahan yang terlibat politik praktis dinilai telah melanggar prinsip netralitas dan profesionalisme birokrasi pemerintahan dalam penyelenggaraan Pemilu. Termasuk bagi tenaga honorer atau non-ASN secara gamblang telah ditafsirkan sebagai subjek hukum yang dilarang terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan politik praktis.
Penafsiran demikian, berangkat dari tiga alasan argumentatif. Pertama, perangkat birokrasi merupakan orang yang bekerja atau dipekerjakan di instansi pemerintah oleh pejabat pemerintah daerah berwenang. Ditunjukkan melalui surat perjanjian kerja atau surat keputusan dari pejabat yang berwenang.
Alasan kedua, tenaga honorer atau THL menjalankan tugas pelayanan publik dalam struktur pemerintahan daerah. Bahkan tenaga honorer atau THL, dalam fungsi pelayanannya itu lebih banyak terlibat dalam kegiatan teknis mendukung produktivitas kinerja instansinya.
Adapun alasan ketiga, tak lain adalah sumber pembiayaan tenaga honorer atau THL itu berasal dari anggaran daerah atau anggaran negara.
Sehingga, merujuk pada ketiga argumentasi demikian menjadi beralasan menurut hukum tenaga honorer dimaknai sebagai pegawai pemerintah daerah. Artinya, mereka dilarang terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan politik praktis dan dukung-mendukung dalam kontestasi Pemilu.