Wamenkumham dan JPU Bantah Pernyataan dr. Djaja soal Kadar Sianida di Tubuh Mirna

Kasus 'Kopi Sianida', Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier (CCTV)
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar - Kasus 'Kopi Sianida' yang menyeret Jessica Kumala Wongso ke dalam jeruji besi sejak 2016 silam, masih jadi polemik berbagai pihak. 

Kasus ini kembali mencuat pasca tayangnya Film Dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murger, Coffee and Jessica Wongso' di Platform Netflix sejak 28 September 2023 lalu.

Tak sedikit dari masyarakat dan publik menilai, adanya kejanggalan sekaligus keraguan atas penetapan terdakwa pada Jessica Wongso. 

Jessica telah menjalani hukuman selama 7 tahun dari sanksi 20 tahun penjara yang ditetapkan PN Jakpus. Ia didakwa atas kasus pembunuhan Mirna di usia 28 tahun. 

Di balik kehebohan publik terhadap kasus ini, muncul sebuah fakta baru yang disampaikan ahli patologi, forensik dan DNA, asal Universitas Indonesia (UI), dr. Djaja Surya Atmaja soal nihilnya autopsi di perkara pembuktian. 

Dalam keterangannya di sebuah podcast bersama dr. Richard Lee, Djaja sempat menyebutkan bahwa kandungan sianida di tubuh Mirna hanya sedikit dan mustahil menjadi penyebab kematian seseorang.

Keterangan yang disampaikan dr. Djaja dibantah Jaksa Penuntut Umum (JPU), Shandy Handika dan saksi ahli hukum pidana dalam kasus 'Kopi Sianida', Prof Edward Omar Syarif Hiarej atau Prof Eddy

Kasus

Photo :
  • Screenshot berita VivaNews

Profesor Eddy menjelaskan bahwa dokter mengambil sampel lambung, empedu, hati, urine, kemudian diuji di laboratorium forensik. Hasil uji yang dibaca oleh Prof Budi Sampurna, ditemukan ada natrium sianida atau NaCN.

"Itu kan satu rangkaian senyawa, ion 0,2 sianida mg/L, tetapi juga ada 950 mg natrium per liter. Makanya kita harus membaca kesimpulan dari Prof Budi Sampurna. Bahwa kandungan NaCN, natrium sianida di dalam tubuh itu sudah cukup untuk mematikan. Karena itu berulang kali saya katakan, yang harus ditanya itu adalah yang melakukan pemeriksaan," jelas Prof Eddy di YouTube Denny Sumargo. 

"Jadi publik ini disesatkan dengan pembacaan data secara parsial. Kan yang disebutkan hanya 0,2 mg/L, tetapi harus ingat yang dimasukkan ke dalam tubuh itu kan natrium sianida, itu sianida dalam bentuk garam, kalau dalam bentuk gas namanya asam sianida. Sebanyak itu," sambungnya.

Dalam persidangan, kata Prof Eddy, Profesor Budi Sampurna menyimpulkan natrium sianida sebagai rangkaian senyawa atau gabungan. Tidak secara terpisah-pisah. 

"Jadi yang ditemukan di lambung 0,2 mg/L air plus 950 mg/L air, itu senyawa yang menjadi satu, natrium sianida. Makanya hasil pembacaan Prof Budi Sampurna yang jauh lebih paham dari saya soal kesimpulan apa yang ada di tubuh Mirna, dia menyebutkan bahwa NaCN, dia tidak pisahkan natrium sendiri, sianida sendiri. Dia katakan NaCN sebanyak itu sudah cukup untuk mematikan. Nah yang di publik hanya 0,2 sianida, tidak keseluruhan," tutur pria yang menjabat Wamenkumham ini.

Jaksa Shandy Handika dan Prof. Edwar Omar Sharif Hiariej

Photo :
  • intipseleb.com

Dia kemudian juga menilai ada upaya penggiringan opini publik, dengan hanya menitikberatkan pada kadar sianidanya saja dan seolah mengesampingkan fakta bahwa ada juga kadar natrium sebesar 950 mg/L.

"Itulah ada upaya penggiringan opini publik seakan-akan ion 0,2 sianida itu tidak mematikan. Padahal kan harus dilihat keseluruhan, natrium sianida," kata Profesor Eddy. 

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Shandy Handika juga menyebut bahwa ada korosif di rongga mulut, kerongkongan, dan lambung Mirna. Itu berdasarkan hasil keterangan Dokter Slamet Purnomo. 

"Kalau enggak minum racun kenapa mulut dan kerongkongan korosif? Itu kan pasti lewat situ karena minum Vietnam ice coffee. Lalu Dokter Budi Sampurna di persidangan mengatakan dia saking banyaknya racun yang diminum, belum sampai bawah sudah asfiksia, langsung kehabisan napas, kan di videonya 2 menit setelah minum langsung kolaps," terang Shandy