Prof Eddy dan Shandy Curigai Gerakan Tangan Jessica di CCTV

Kasus 'Kopi Sianida', Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier (CCTV)
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar - Kejanggalan dan keraguan yang berkembang liar di ruang publik mengenai kasus 'Kopi Sianida' pada 2016 silam, membuat para pihak saling mengemukakan fakta sejarah, alat pembuktian dan proses gelar perkara di pengadilan.

Kasus 'Kopi Sianida' yang menjerat Jessica Kumala Wongso ke penjara dalam kematian Wayan Mirna Salihin, bermula dari penayangan Film Dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso'.

Film Dokumenter tersebut mengisahkan tragedi maut yang merenggut nyawa Mirna usai meminum es kopi vietnam yang diduga dicampuri racun sianida oleh Jessica di sebuah kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat (Jakpus) pada 6 Januari 2016 silam.

Film itu telah tayang di platform streaming berbayar Netflix sejak 28 September 2023 lalu. Dalam Film ini, semua pihak yang terlibat dalam penanganan kasus Jessica, diwawancara dan didokumentasikan ke dalam sebuah cerita Film berdurasi 1,5 jam.

Usai penayangan Film Dokumenter tersebut, publik kembali digemparkan dan menimbulkan sejumlah tanya tentang kebenaran fakta dan pembuktian persidangan sehingga Jessica dinyatakan bersalah dan divonis 20 tahun penjara.

Satu per satu kejanggalan dari kasus tersebut pun mulai terkuak di berbagai media sosial. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus 'Kopi Sianida' tahun 2016, Shandy Handika menjawab isu yang berkembang liar tersebut.

Shandy menyampaikan beberapa fakta persidangan kala itu. Salah satunya mengenai kesaksian Marlon Napitupulu selaku pelayan Kafe Olivier.

Shandy bercerita, saat persidangan, Marlon bersaksi bahwa dirinya melihat langsung cangkir kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica Wongso untuk Wayan Mirna Salihin telah diletakkan sedotan, padahal sebelumnya tidak.

“Waktu itu ada saksi Marlon, dia memberikan dua minuman di depan Jessica (Wongso) di situ dia melihat bahwa sedotan sudah ada (ditaruh) di dalam (cangkir) kopi Vietnam dan sudah terbuka bungkus kertasnya,” ujar Shandy di tayangan YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo.

Dikatakan Shandy, dalam keterangannya, saksi Marlon menyebutkan soal SOP kafe dimana saat minuman diantar, sedotan harus berada di luar cangkir. Karyawan tidak diperbolehkan membuka sedotan, kecuali konsumen atau pelanggan yang melakukannya. 

Menurut pengakuan saksi Marlon, lanjut Shandy, saat ia mengantarkan 2 cangkir pesanan dan meletakkan di atas meja, baru ada Jessica di tempat kejadian perkara (TKP).

Setelah itu, masih kata Shandy, saksi Marlon melihat Jessica bergeser dari posisi duduknya ke arah kanan. Jessica kemudian menyusun tiga buah paper bag di atas meja hingga menutupi cangkir kopi Vietnam.

Jaksa Shandy Handika dan Prof. Edwar Omar Sharif Hiariej

Photo :
  • intipseleb.com

“Setelah Marlon melihat sedotan sudah masuk, Jessica kemudian bergeser ke kanan dan menyebar paper bag (tiga paper bag) menutupi minuman,” kata Shandy.

Lalu, saksi Marlon juga mengatakan, Jessica seperti mengambil sesuatu di dekat meja menggunakan tangannya. Sayangnya, momen itu tidak terekam jelas oleh CCTV

“Setelah mengatur paper bag, terlihat dia seperti mengambil sesuatu di dekat meja menggunakan tangannya, itu tidak terlihat jelas (di CCTV), tapi ada gerakan itu, kemudian tangannya balik ke atas meja," ujarnya

“Setelah itu dia mengambil paper bag dan dipindahkan ke belakang, Jessica lalu bergeser lagi ke posisi awal,” pungkas Shandy.

Namun, kata Shandy, mengenai kesaksian tersebut, Jessica Wongso tidak pernah mengakuinya. 

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa, saat persidangan, Jessica memang kerap menepis kesaksian para saksi. 

Akan tetapi, wajah Jessica berubah ketika ditunjukkan bukti rekaman CCTV. Jessica terlihat hanya terdiam kala CCTV ditayangkan. Ia tak bisa lagi menepisnya.

“Kita lihat waktu itu Jessica sempat menepis bahwa dia yang menaruh paper bag di atas meja, tapi begitu terlihat CCTV, dia tidak bisa mengelak lagi, ada di BAP itu,” sahut Prof Eddy.