Kunjungi Lapas Purwakarta, Dedi Mulyadi Kaget Anggaran Pengobatan Napi
- Istimewa
VIVA Jabar – Kang Dedi Mulyadi (KDM) membuat sebuah terobosan dengan melakukan kunjungan ke lapas atau rutan untuk menemui sejumlah narapidana atau napi yang terbukti melakukan kejahatan karena keterpaksaan.
Kunjungan pertama ia lakukan di Lapas Purwakarta dan bertemu Kalapas Yusef Antonius. Dalam diskusi KDM menjelaskan saat menjadi Bupati Purwakarta memiliki konsep Peraturan Budaya Desa yang salah satunya mengatur sebuah kejahatan karena keterpaksaan dan nilainya di bawah Rp 10 juta diharapkan selesai dengan musyawarah.
“Karena bagi saya orang yang curi ayam misalnya, biaya perkaranya lebih mahal dibanding dengan materi yang dicurinya. Jadi cukup musyawarah di tingkat desa, hukumannya cukup misal kerja bakti,” ucap KDM.
Yusep pun setuju dengan hal tersebut sebab jika semua kasus berakhir di penjara maka akan menjadi beban negara. Salah satunya perihal biaya kesehatan yang mencangkup pengobatan para penghuni lapas.
Jika napi sakit memiliki BPJS maka hal tersebut tak masalah. Tetapi jika tidak memiliki BPJS maka biaya pengobatan ditanggung oleh pihak Lapas. Di tahun ini anggaran untuk kesehatan hanya sekitar Rp 40 juta untuk 400 lebih napi di Lapas Purwakarta.
“Kalau napinya warga Purwakarta kita bisa minta bantuan Dinsos atau Dinkes. Tapi kan di sini banyak yang limpahan dari daerah lain,” ucap Yosef.
Salah satu kasus terbaru, kata Yusep, adalah perkelahian dalam lapas yang melibatkan tiga orang napi. Perkelahian diperparah dengan ditemukannya senjata tajam yang dimiliki oleh salah seorang napi.
“Kemarin itu biaya operasinya habis sekitar Rp 30 juta. Sehingga sekarang sisa untuk November-Desember sekitar Rp 2 juta lagi,” ujarnya.
Selain soal kesehatan, Lapas Purwakarta berkapasitas 250 orang kini dihuni 400 napi lebih. Belum lagi letak lapas tak memiliki halaman dan dikelilingi pemukiman warga yang membuat banyak kasus pelemparan dari luar seperti narkoba.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi lapas yang tak memiliki brandang atau tembok pembatas dan juga tinggi tembok yang hanya sekitar 3 meter dari standar minimal 5 meter.
Kang Dedi Mulyadi berharap kunjungannya ke lapas atau rutan bisa menjaring aspirasi sekaligus membantu mencari solusi bagi para napi yang bertindak kriminal karena dasar keterpaksaan. Seperti mendorong adanya restorative justice.
“Kita berharap perkara kecil selesaikan secara kekeluargaan saja, karena mahal oleh biaya perkara mulai dari penangkapan, pemeriksaan, pelimpahan, sidang sampai ke tahanan,” ujar KDM.
Pada kesempatan itu KDM bertemu dengan tujuh napi yang berbuat kriminal karena keterpaksaan. Salah satunya C yang merupakan pelaku pencurian karena ketiga anaknya serempak masuk TK, SD dan SMP. Di akhir pertemuan para napi diminta alamat rumah untuk nantinya diberi bantuan langsung untuk keluarga yang ditinggalkan.