Saran Dedi Mulyadi Agar Profesi Petani Dimuliakan dan Dihargai

Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA JabarTokoh tani Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengungkap beberapa problem yang membuat profesi petani tidak dimuliakan dan kurang mendapat perhatian.

Hal tersebut diungkapkan KDM saat menjadi narasumber dalam acara Pembinaan Penyuluh Pertanian dan Petani Wilayah Jawa Barat di Gedung Bale Rame, Kabupaten Bandung, Rabu (6/12/2023).

Menurutnya hal tersebut berimplikasi pada branding para petani sebagai masyarakat rendah yang mudah diarahkan, disuruh dan dibohongi.

"Maka brand yang harus dibangun bagaimana menciptakan petani terhormat seperti di. Jepang dan Thailand. Padahal petani Indonesia ini punya kontribusi besar dalam tiga dekade krisis," ucapnya.

Letak rendahnya penghargaan pada petani bisa dilihat dari pembangunan fasilitas. Contohnya gedung pemerintah di perkotaan dibangun sangat megah, sementara saung atau pendopo tani tak pernah mendapat perhatian.

KDM saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI pernah mengusulkan ke Kementan agar setiap 10 hektar sawah memiliki saung pertanian yang dilengkapi berbagai fasilitas berbasis teknologi.

"Tapi kata mereka itu tidak bisa karena anggarannya tidak ada. Dari situ kelihatan tidak ada penghargaan untuk para petani," ucap KDM.

Di sisi lain produk pertanian seperti padi sangat dibutuhkan tapi juga kurang dihargai. Salah satunya karena tata ruang yang berantakan menyebabkan areal pertanian tertutup bahkan beralih fungsi menjadi bangunan.

"Memahami petani ini harus pakai rasa dan cinta. Sebab petani ini adalah profesi dengan orang-orang yang penuh rasa syukur. Buktinya saya tidak pernah melihat petani demo karena mereka selalu bersyukur dengan apa yang didapat," ujarnya.

Untuk itu KDM mendorong agar negara segera melakukan perubahan secara mendasar terhadap sudut pandang para petani. "Caranya muliakan mereka, betulkan itu tata ruang, sawah biarkan tetap sawah, dan mata air harus tetap terjaga," tuturnya. 

Ia berharap ke depan para petani tidak hanya fokus pada produksi tapi juga membangun estetika agar mendapat nilai tambah. Caranya membangun areal pertanian yang baik dan terintegrasi dengan pariwisata.

"Sehingga petani tidak hanya menjual beras tapi juga bisa program 'nyawah' atau nyatu di sawah (makan di sawah) seperti pariwisata di Bali," pungkas Kang Dedi Mulyadi.