Gibran Tantang Cak Imin: Bapak Anti Nikel? Thomas Lembong Bongkar Fakta Mengejutkan!

Tom lembong
Sumber :
  • viva.co.id

Jabar – Dalam debat cawapres keempat yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, Minggu, 21 Januari 2024, Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden dari pasangan nomor urut 2, menyerang Cak Imin, calon wakil presiden dari pasangan nomor urut 1, dengan pertanyaan yang menyindir.

Gibran menanyakan apakah Cak Imin anti nikel, karena tidak mengetahui apa itu LFP, yaitu Lithium Ferro Phosphate, bahan baku baterai kendaraan listrik yang bisa menggantikan nikel.

Gibran mengatakan bahwa Thomas Lembong, co captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Cak Imin, sering membahas soal LFP dan bahayanya bagi industri nikel Indonesia.

Gibran Rakabuming Raka

Photo :
  • viva.co.id

Thomas Lembong, yang juga mantan Menteri Perdagangan era Jokowi, kemudian memberikan penjelasan lengkap tentang alasan AMIN akan merevisi kebijakan pertambangan nikel yang diterapkan oleh pemerintahan sekarang.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan pesaingnya, seperti Tesla.

Thomas mengatakan bahwa harga nikel dunia sudah anjlok sekitar 30 persen dalam setahun terakhir, dan diperkirakan akan ada kelebihan pasokan nikel dunia yang terbesar sepanjang sejarah tahun depan.

Hal ini disebabkan oleh pembangunan smelter nikel yang terlalu banyak di Indonesia, yang membuat Indonesia membanjiri pasar dunia dengan nikel murah.

Thomas Lembong atau Tom Lembong.

Photo :
  • viva.co.id

"Jadi dengan begitu gencarnya pembangunan smelter di indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel, harga jatuh terjadi kondisi oversupply," kata Thomas, seperti dikutip dari tayangan YouTube Total Politik, Senin, 22 Januari 2024.

Thomas melanjutkan, akibat dari kebijakan nikel yang terlalu agresif ini, Indonesia malah membuat para pembeli nikel di dunia ketakutan dan mencari alternatif lain.

Salah satunya adalah Tesla, produsen mobil listrik terbesar di dunia, yang kini sudah tidak lagi menggunakan nikel sebagai bahan baku baterai lithium, melainkan LFP.

"Jadi 100 persen dari semua mobil Tesla yang dibuat di tiongkok menggunakan baterai yang mengandung nol persen nikel , nol persen cobalt. Baterainya namanya LFP jadi pakai besi, pakai fosfat, masih pakai lithium tapi tidak lagi pakai cobalt. itu 100 persen mobil Tesla," ungkap Thomas.

Thomas menegaskan, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada harga komoditas dunia, apalagi jika kebijakan nikel yang dilakukan saat ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

Dia menyarankan agar Indonesia melihat secara komprehensif dampak dari kebijakan nikel, dan tidak terlalu sombong di dunia dengan mengancam akan menghentikan ekspor nikel.

"Jadi sebaiknya kita lihat komprehensif, ekspor kita naik dramatis, kemudian gagah-gagahan di dunia, kalau kalian gak nurut kita akan stop jual, itu memicu subsitusi," ujarnya.

Thomas juga mengajak Indonesia untuk kembali ke kelembagaan yang lebih sistematis, rasional, dan tidak terlalu bombastis, seperti yang dilakukan oleh Jokowi di awal-awal masa pemerintahannya.

"Jadi harus kembali ke suatu kelembagaan yang lebih sitematis, rasional tidak terlalu bombastis, balik ke awal-awalnya pak Jokowi," tutupnya

Jabar – Dalam debat cawapres keempat yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, Minggu, 21 Januari 2024, Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden dari pasangan nomor urut 2, menyerang Cak Imin, calon wakil presiden dari pasangan nomor urut 1, dengan pertanyaan yang menyindir.

Gibran menanyakan apakah Cak Imin anti nikel, karena tidak mengetahui apa itu LFP, yaitu Lithium Ferro Phosphate, bahan baku baterai kendaraan listrik yang bisa menggantikan nikel.

Gibran mengatakan bahwa Thomas Lembong, co captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Cak Imin, sering membahas soal LFP dan bahayanya bagi industri nikel Indonesia.

Gibran Rakabuming Raka

Photo :
  • viva.co.id

Thomas Lembong, yang juga mantan Menteri Perdagangan era Jokowi, kemudian memberikan penjelasan lengkap tentang alasan AMIN akan merevisi kebijakan pertambangan nikel yang diterapkan oleh pemerintahan sekarang.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan pesaingnya, seperti Tesla.

Thomas mengatakan bahwa harga nikel dunia sudah anjlok sekitar 30 persen dalam setahun terakhir, dan diperkirakan akan ada kelebihan pasokan nikel dunia yang terbesar sepanjang sejarah tahun depan.

Hal ini disebabkan oleh pembangunan smelter nikel yang terlalu banyak di Indonesia, yang membuat Indonesia membanjiri pasar dunia dengan nikel murah.

Thomas Lembong atau Tom Lembong.

Photo :
  • viva.co.id

"Jadi dengan begitu gencarnya pembangunan smelter di indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel, harga jatuh terjadi kondisi oversupply," kata Thomas, seperti dikutip dari tayangan YouTube Total Politik, Senin, 22 Januari 2024.

Thomas melanjutkan, akibat dari kebijakan nikel yang terlalu agresif ini, Indonesia malah membuat para pembeli nikel di dunia ketakutan dan mencari alternatif lain.

Salah satunya adalah Tesla, produsen mobil listrik terbesar di dunia, yang kini sudah tidak lagi menggunakan nikel sebagai bahan baku baterai lithium, melainkan LFP.

"Jadi 100 persen dari semua mobil Tesla yang dibuat di tiongkok menggunakan baterai yang mengandung nol persen nikel , nol persen cobalt. Baterainya namanya LFP jadi pakai besi, pakai fosfat, masih pakai lithium tapi tidak lagi pakai cobalt. itu 100 persen mobil Tesla," ungkap Thomas.

Thomas menegaskan, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada harga komoditas dunia, apalagi jika kebijakan nikel yang dilakukan saat ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

Dia menyarankan agar Indonesia melihat secara komprehensif dampak dari kebijakan nikel, dan tidak terlalu sombong di dunia dengan mengancam akan menghentikan ekspor nikel.

"Jadi sebaiknya kita lihat komprehensif, ekspor kita naik dramatis, kemudian gagah-gagahan di dunia, kalau kalian gak nurut kita akan stop jual, itu memicu subsitusi," ujarnya.

Thomas juga mengajak Indonesia untuk kembali ke kelembagaan yang lebih sistematis, rasional, dan tidak terlalu bombastis, seperti yang dilakukan oleh Jokowi di awal-awal masa pemerintahannya.

"Jadi harus kembali ke suatu kelembagaan yang lebih sitematis, rasional tidak terlalu bombastis, balik ke awal-awalnya pak Jokowi," tutupnya