Pengamat Hukum Asal Jawa Barat Minta Bawaslu Berani Tindak Pelaku Politik Uang

Bawaslu RI
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat menjadi perhatian publik, terutama dalam menyikapi sejumlah pelanggaran dalam pemilu. Bawaslu tentu diharap dapat menangani dan menertibkan berbagai masalah yang bersifat pelanggaran selama proses Pemilu berlangsung.

Salah satu pengamat hukum Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Abdul Haris bahkan mengatakan jika Bawaslu seharusnya lebih berani dan tegas dalam menindak pelanggaran Pemilu terutama praktik politik uang.

"Bawaslu harus berani jika menemukan kasus-kasus politik uang, Saya melihat secara hukum pada Pemilu tahun 2024 ini, banyak pelanggaran yang dilakukan. Bahkan, ada juga beberapa laporan yang sudah masuk di Bawaslu," kata Abdul Haris dalam keterangan persnya, Rabu (21/2/2024) kemarin.

Tidak hanya itu, Haris juga mengatakan kalau Bawaslu juga harus tegas dalam menegakkan hukum serta memberikan sanksi bagi siapa pun pelaku praktik politik uang.

Haris memandang, dengan cara itu maka bisa memberikan efek jera kepada individu atau kelompok yang berniat melakukan praktik politik uang.

Haris menyebutkan, salah satu contoh praktik politik uang yang diduga dilakukan oleh salah satu caleg DPR RI di Kabupaten Ciamis. Pelapor membawa bukti 3 buah amplop yang berisi uang 100 ribu rupiah dan kartu nama atas nama caleg tersebut.

Begitu juga di Kabupaten Kuningan, Haris menyebutkan beberapa kasus politik uang yang terjadi salah satunya video viral di Desa Kadatuan Kecamatan Garawangi.

Tidak hanya didorong untuk lebih berani bertindak terhadap pelaku praktik politik uang, Haris juga menyarankan agar Bawaslu  lebih memperketat pengawasan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

"Bawaslu harus lebih serius untuk mengawasi, baik pada tahapan maupun sesudah kampanye dan masa rekapitulasi suara yang dilakukan KPU," ujar Haris.

Menurut Haris, ancaman hukuman terhadap praktik politik uang sesungguhnya sangat kuat. Tidak hanya pemberi, tetapi juga penerima mendapatkan hukuman berat. Praktik politik uang telah melanggar  pasal 523 ayat 2 UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu bahwa setiap pelaksana, peserta atau Tim Kampanye yang dengan sengaja menjanjikan/memberikan uang/materi lainnya sebagai imbalan secara langsung/tidak langsung dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal 48 juta rupiah.

"Kini tanggung jawab ada di Bawaslu, bagaimana melakukan tindakan hukum terhadap indikasi politik uang tersebut," tandas Haris.

Tindakan pencegahan yang paling jitu, menurut Haris, dengan memproses hukum secara maksimal praktik-praktik politik transaksional yang berlangsung di tengah pemilih. 

"Tidak ada artinya ancaman hukuman yang berat jika tidak ada penegakan. Memproses dan menegakkan hukum terhadap pelangar Pemilu  adalah cara paling ampuh agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali,"kata Haris.

Selain Bawaslu, Haris juga mengajak masyarakat untuk mengambil peran dalam mencegah praktik politik uang selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung.