Kisah Sedih Petani Menjelang Lebaran, Tak Punya Uang hingga Jual Sapi Tak Kunjung Dibayar
- Istimewa
"Sekarang mah pacul terus. Mau pinjam uang juga takut gak ada buat bayarnya. Sekarang jadi petani ripuh pisan (menderita sekali). Sekarang beras di dapur saja cukup sampai musim tandur, nanti setelahnya harus beli," katanya.
Meski begitu di tengah keterbatasan keuangan dan fisik Tendi terus bertahan menjadi seorang petani. Untuk memaksimalkan pendapatan ia pun berkebun pisang dan menanam pohon kayu yang bisa dipanen sekitar 5 tahun ke depan.
Saat disinggung soal pupuk, Tendi mengaku menyiasatinya dengan kotoran kambing dan ayam yang langsung disebar ke sawah. Begitupun dengan bibit ia mengandalkan dari petani lain karena jika beli di toko harganya dianggap mahal.
Sementara itu Kang Dedi Mulyadi akan membimbing Tendi untuk menjadi petani mandiri dengan pengelolaan sawah yang baik. Dimulai dari pemanfaatan kotoran ternak untuk difermentasi menjadi pupuk organik. Tidak seperti yang Tendi lakukan yakni hanya sekadar menyebar kotoran ke sawah.
"Nanti belajar sama saya di Lembur Pakuan. Bagaimana membuat pupuk organik. Agar menjadi petani itu itu tidak ripuh (susah) terus ketergantungan pupuk kimia," kata Kang Dedi.
Dari obrolan tersebut pun terungkap hasil bertani Tendi selama ini hanya mendapat Rp1 juta untuk empat bulan. “Berarti bapak hanya Rp 250 ribu per bulan. Sementara kalau jadi kuli sehari Rp 50 ribu, sebulan bisa Rp 1,5 juta,” ucapnya.
Di akhir obrolan Kang Dedi memberikan sejumlah uang kepada Tendi untuk membeli BBM dan modal kebutuhan sawah lainnya. Awalnya Tendi menolak, namun setelah diyakinkan ia pun menerimanya.