Profil dan Kisah Perjuangan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang Tewas Dibunuh Israel

Ismail Haniyeh
Sumber :
  • screenshoot berita VivaNews

VIVA Jabar - Pemimpin Harakat al-Muqaqamat al-Islamiyyah (Hamas) Ismail Haniyeh telah gugur di Teheran, Iran pada hari ini, Rabu 31 Juli 2024.

Kabar kematian Ismail Haniyeh juga sudah dikonfirmasi langsung oleh pihak pejuang Hamas di Palestina

"Saudara pemimpin, syahid, mujahid Ismail Haniyeh pemimpin gerakan tersebut, meninggal akibat serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran, setelah berpartisipasi dalam upacara pelantikan presiden baru Iran,” demikian petikan pernyataan resmi Hamas, dikutip VIVA Jabar dari berbagai sumber.

Sosok Ismail Haniyeh mulai dikenal di dunia sebagai pemimpin Hamas sejak partainya memenangkan pemilu Palestina dan memerintah jalur Gaza sejak 2007.

Kemudian pada tahun 2017, demi faktor keamanan Haniyeh memilih untuk menetap di Qatar.

Ismail Haniyeh lahir di kawasan pengungsi di al-Syati Jalur Gaza terjajah pada 1963. Dirinya mulai aktif menjadi aktivis Hamas sejak menjadi mahasiswa di Universitas Islam Gaza.

Di kampus tersebutlah Haniyeh berhasil meraih gelar sarjana sastra Arab.

Berkat kepiawaiannya, pada 1997 Haniyeh ditunjuk sebagai kepala sebuah biro partai Hamas.

Kemudian pada pemilu 2006, namanya tercatat di kertas suara.

Kemenangan Hamas pada tahun tersebut kemudian mengantarkan dirinya untuk duduk sebagai Perdana Menteri Palestina.

Tidak lama setelah itu, saingan Hamas, kelompok Fatah yang dipimpin Mahmoud Abbas, pada 14 Juni 2007, menyingkirkan Haniyeh dari kursi perdana menteri tersebut.

Sejak saat itulah dimulai friksi internal Palestina. Hamas diberi kekuasaan untuk memerintah Jalur Gaza, sedangkan Fatah diberikan mandat untuk memerintah Tepi Barat. 

Langkah Perjuangan Ismail Haniyeh 

Sekitar tahun 1985 hingga 1986, Ismail Haniyeh ikut dalam dewan mahasiswa yang terafiliasi Ikhwanul Muslimin (IM).

Ketika Intifada I terjadi pada 1987, Haniyeh turut aktif dalam memperjuangkan Palestina bersama pejuang lainnya. Saat itu dirinya baru saja lulus dari bangku Universitas.

Saat itu Haniyeh sempat ditangkap penjajah Israel meski dalam waktu singkat. Tidak berselang lama, setahun kemudian Haniyeh kembali ditangkap oleh Israel dan ditahan selama enam bulan. Kemudian pada 1989, Haniyeh kembali ditahan selama tiga tahun. 

Bersama dengan Abdul Aziz al-Rantissi, Mahmud Zahhar, dan Aziz Duwaik serta 400 aktivis lainnya, Haniyeh mendapat hukuman deportasi oleh Israel ke Lebanon.

Kemudian pada 1993, Haniyeh kembali ke kampung halamannya di Gaza untuk memimpin Universitas setempat.

Pada Intifada II tahun 2000-2005, nama Ismail Haniyeh semakin melejit karena perjuangannya dalam membela Palestina.

Al-hasil, militer Israel (IDF) dan Mossad semakin bersemangat untuk membunuh Haniyeh.

Percobaan pembunuhan terhadap Haniyeh bukan kali ini saja terjadi, pada 2003 ia berhasil lolos dari serangan udara yang dilancarkan oleh IDF.

Namun pada 2018, pemerintah Amerika Serikat (AS) sebagai sahabat Israel memasukan nama Ismail Haniyeh ke dalam daftar teroris global.