Kilas Balik Perjalanan Politik KDM, Dari Tukang Ketik Hingga Jadi Pejabat Publik

Prabowo Subianto dan Kang Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Salah satu tokoh atau publik figur asal Jawa Barat, yakni Keng Dedi Mulyadi (KDM) yang kini dikenal secara Nasional bukanlah sosok yang langsung matang tanpa proses. Pengalaman panjang dengan pengabdian yang tulus, didukung dengan kerja keras serta semangat kerja yang tinggi, telah menjadikannya sosok yang ideal dan mampu mengemban amanah kepemimpinan.

Namun, tidak disangka, ternyata perjalanan politik KDM dimulai dari titik yang paling rendah. KDM mengawali perjalanan politiknya sebagai seorang pegawai di DPD Golkar Purwakarta sebagai juru ketik.

Ia bertugas membuat konsep pidato sebagai bahan untuk Ketua Golkar Purwakarta saat itu HM Bisri Harjoko.

“Dari dulu saya mengetik langsung tanpa dikonsep. Tidur, mandi di kantor di musala. Makan kadang punya uang, kadang gak punya uang,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Di usianya yang masih sangat muda dan berstatus mahasiswa, KDM belum bisa terjun langsung sebagai politisi. Terlebih saat itu struktur kepengurusan partai masih ditentukan oleh Abri, Beringin dan Golkar (ABD).

KDM muda pun saat itu hanya mendapat posisi sebagai Anggota Dewan Badan Perencana Kaderisasi Daerah Golkar Purwakarta. Sehari-hari ia bertugas untuk mengetik dan mengantar surat juga membuat pidato

“Hampir setiap hari beres kerja itu jam 3 pagi. Makanya waktu itu sampai sakit di rawat di rumah sakit karena tipes, kecapekan,” ucapnya.

Menginjak reformasi, partai politik dilarang melibatkan tentara dan birokrasi. Akhirnya Golkar Purwakarta mengadakan Musda dan terpilih Kang Dedi sebagai Wakil Sekretaris Golkar Purwakarta.

Karir politik KDM mulai bersinar saat ia mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD Purwakarta dari dapil Tegalwaru. Hingga akhirnya ia terpilih tanpa sepeserpun uang dari orang tua hanya bermodalkan bekerja dibantu oleh teman-temannya.

Dalam pemilu itu KDM terpilih dan dilantik sebagai Anggota DPRD Purwakarta termuda. Meski hanya seorang legislatif tapi ia aktif mengurusi rakyat dan getol memberikan gagasan. Salah satunya terkait guru honorer di pelosok desa yang akhirnya kini mereka bisa berstatus ASN.

“Saya ngantor ke DPRD jam 5 pagi sudah bikin konsep, bikin pandangan umum anggota, sudah bikin langkah perencanaan, kerja keras, dan dalam posisi sendiri karena ibunya Maula (anak KDM pertama Maula Akbar Mulyadi Putra) meninggal. Kemudian ke kantor DPRD bawa Maula masih kecil umur tiga tahun setiap hari,” ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, karir politik KDM terus menanjak. Ia pun dipercaya untuk menjadi Cawabup Purwakarta dicalonkan oleh Partai Bulan Bintang dan PDIP untuk mendampingi Cabup Lily Hambali.

Dedi Mulyadi

Photo :
  • Istimewa

“Setelah itu saya jadi wabup. Ketika jadi wabup saya kerja keras lagi keliling kampung setiap hari, dikenal oleh warga, bahkan waktu itu lebih dikenal wabup dibanding bupati. Nah kemudian jadilah bupati, periode kedua terpilih lagi jadi bupati. Kemudian sekarang jadi anggota DPR,” beber Kang Dedi.

Dalam setiap perjalanan, Kang Dedi selalu memiliki nilai idealism dan gagasan bahwa sebuah organisasi harus membangun ruang terbuka bagi para kadernya untuk berkompetisi secara sehat. Sebab hanya organisasi memiliki ruang tersebut yang akan bertahan sepanjang masa karena adanya regenerasi.

“Itu selalu jadi ide gagasan yang saya miliki karena sebelum rangkaian kegiatan politik yang saya lalui hari ini semua melalui proses kaderisasi dan semuanya melalui proses kompetisi yang sehat. Saya senang ruang kompetisi secara terbuka karena di situ orang yang memiliki kualifikasi terbaik akan menjadi terdepan, itulah berpolitik,” ujarnya.

Jauh sebelum terjun ke politik, saat SMA Kang Dedi mengagumi dua sosok yakni BJ Habibie dan Prabowo Subianto. Dua orang hebat itu diyakini bisa membawa Indonesia menjadi lebih hebat dan disegani dunia. Sayangnya saat itu BJ Habibie tak mau mencalonkan diri kembali sebagai presiden karena laporan pertanggungjawabannya ditolak. Sementara Prabowo mengalami permasalahan internal TNI.

Ia meyakini apa yang dialami oleh Prabowo dengan segala macam fitnah yang menyerang adalah tidak benar. Bahkan Prabowo seolah menerima dengan diam seribu bahasa sebagai bentuk kesetiaan pada kesatuan yang harus tetap terjaga integritasnya. Dan tidak semua orang bisa melakoni seperti yang dijalani oleh Prabowo.

Seiring waktu Prabowo masuk ke dunia politik dan mengikuti konvensi di Golkar. Saat itu KDM terkesima dengan jiwa patriotik Prabowo dengan semangat menggaungkan Macan Asia. Ia membayangkan Prabowo memiliki mimpi besar yang sangat luar biasa.

“Tetapi saya katakan satu kali belum waktunya, bukan gagal, dua kali belum waktunya bukan gagal, dan sekarang saya punya mimpi, sekarang waktunya. Karena sekarang waktunya maka saya terpanggil dengan spirit itu untuk mewujudkan mimpi Pak Prabowo memimpin negeri ini dan saya juga ingin dong menjadi orang yang ikut memiliki partisipasi aktif mewujudkan gagasan dan mimpinya tentang Indonesia,” ujar KDM.

Dari spirit itu, kata KDM, ada langkah dan konsekuensi politik yang harus diambil dengan bergabung ke Partai Gerindra. Namun hal tersebut tak sebanding dengan pengorbanan Prabowo untuk kepentingan negara.

“Semua orang punya mimpi dan izinkan saya untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya dan mimpi saya bukan untuk diri saya, tetapi mimpi saya untuk rakyat Indonesia, rakyat Jawa Barat,” pungkas Kang Dedi Mulyadi.