Fakta-fakta Kelangkaan LPG 3 Kg: Warga di Sejumlah Daerah Mengeluh Sulit Dapat Gas

Jabar –Sejumlah warga di berbagai daerah di Indonesia mengeluhkan sulitnya mendapatkan LPG 3 Kg atau yang sering disebut gas melon.
Kelangkaan ini menyebabkan harga di pasaran melambung tinggi, bahkan di beberapa wilayah, stok LPG 3 Kg nyaris tidak tersedia.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi.
Setiap tahun, terutama menjelang momen tertentu seperti hari besar atau pergantian kebijakan distribusi, kelangkaan LPG subsidi kerap terjadi.
Namun, apa penyebab utama dari sulitnya masyarakat mendapatkan LPG 3 Kg kali ini?
Berikut fakta-fakta warga kesulitan mendapat gas LPG 3 kilogram:
1. Antri hingga macet
Warga terpaksa mengantre untuk mendapatkan gas LPG 3 kilogram.
Mereka berbaris di sejumlah pangkalan maupun agen resmi Pertamina.
Misalnya, di Jalan Pahlawan, Rempoa, Tangerang Selatan, Senin (3/2) pagi. Antrean warga yang mengular ke jalan membuat lalu lintas tersendat.
Kapolsek Ciputat Timur Kompol Bambang Askar Sodiq mengatakan pihaknya langsung menerjunkan personel untuk membantu pengaturan arus lalu lintas di sekitar lokasi.
"Personel Polsek Ciputat Timur melaksanakan pengaturan arus lalu lintas untuk mengurai kemacetan, dikarenakan para konsumen membeli gas LPG ukuran 3 kg," ujar Bambang.
Antrean serupa juga terjadi di salah satu agen resmi di Sawangan, Depok, Jawa Barat, yakni PT Internusa Jaya Sinergi Global.
Antrean terjadi karena warga tak bisa membeli di warung dekat rumah dan harus sama-sama ke pangkalan.
Selain itu, antrean juga disebabkan banyak warga belum terdaftar. Warga terpaksa harus menunjukkan KTP ke pangkalan.
Proses itu memakan waktu sehingga pembeli lain harus menunggu.
"Pakai KTP kalau belum daftar, makanya agak antre, banyak yang belum daftar," kata Saleh, warga Cinangka, Sawangan yang sedang mengantre.
2. Kebijakan Bahlil bikin Geger
Kebijakan yang dibuat oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebabkan kesulitan bagi warga untuk mendapatkan tabung gas LPG 3 kg.
Dia melarang penjualan produk bersubsidi di toko, menurut Bahlil, karena penjualan di toko justru membuat subsidi salah alamat.
Dia menyatakan bahwa kalangan menegah ke atas sangat menyukai gas LPG 3 kg.
"Dalam rangka menertibkan ini, maka kita buatlah regulasi bahwa beli di pangkalan, karena harga sampai di pangkalan itu pemerintah bisa kontrol. Kalau harga di pangkalan itu dinaikkan, izin pangkalannya dicabut, dikasih denda, dan kita bisa tahu siapa pemainnya," ucap Bahlil.
3. Mulai 1 Februari
Pada 1 Februari 2025, pemerintah memulai masa peralihan kebijakan. Kebijakan diberlakukan secara bertahap.
Pertama, pengecer diberi waktu satu bulan untuk mendaftar sebagai pangkalan resmi penjual LPG 3 Kg.
Mereka dapat mengakses pendaftaran melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS).
"Itu mereka mendaftarkan saja. Justru dari pengecer, kalau ini mereka jadi pangkalan itu kan justru mata rantai untuk lebih pendek. Jadi kan ada satu layer tambahan. Jadi itu yang kita hindari," kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung.
4. Didukung Kepemerintahan
Istana mendukung kebijakan Bahlil yang melarang pedagang eceran menjual LPG 3 kg.
Menurut Hasan Nasbi, kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Kementerian ESDM sedang mendorong pengecer untuk mendaftar sebagai agen resmi penjualan LPG.
"Kementerian ESDM justru mendorong para pengecer ini mendaftar menjadi agen resmi," kata Hasan dalam keterangannya, Senin (3/2).
Menurut Hasan, jika para pengecer ini kemudian mendaftar, posisi mereka dapat diubah menjadi agen resmi.
Dengan demikian, jangkauan LPG 3 kg akan lebih efektif.