Paradoks dalam Penyelesaian Stunting dan Kemiskinan

Ilustrasi daerah kumuh
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Jabar –  Pemerintah terus menggelorakan berbagai program untuk menangani stunting dan kemiskinan. Dari tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat mengeluarkan berbagai program untuk mengentaskan dua hal tersebut.

Meski digempur dengan berbagai program nyatanya stunting dan kemiskinan masih menjamur di sejumlah tempat. Selain banyak yang tak tepat sasaran, program-program jadi ajang bancakan meraup keuntungan.

Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyebut warga yang lapar dan kepanasan justru berbanding terbalik dengan mereka yang duduk bersantai makan sambil rapat di ruangan ber-AC.

Ia mencontohkan, anggaran penanganan stunting semisal Rp 10 miliar sebanyak Rp 3 miliar habis untuk biaya perjalanan. Sisanya Rp 7 miliar digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan yang terdiri dari sewa hotel, bayar makan, alat tulis hingga honorarium pembicara.

“Bukan hanya stunting yang banyak pencanangan di hotel tapi koordinasi penanganan kemiskinan juga banyak di hotel bintang lima dan itu terjadi dalam tata kelola keuangan kita,” ucap KDM.

Menurutnya seluruh hal tersebut bisa dicegah dengan evaluasi anggaran secara menyeluruh. Seperti anggaran kabupaten/kota dievaluasi oleh provinsi.

Selama ini, kata KDM, evaluasi hanya bersifat administratif sehingga hal yang bersifat substantif dari anggaran tersebut tak pernah terkoreksi. Sehingga anggara kebanyakan digunakan seolah-olah untuk pembangunan padahal tidak berbekas.

“Anggaran kebanyakan digunakan seolah-olah untuk pembangunan padahal pembangunannya tidak ada, yang ada adalah kegiatan-kegiatan yang hanya rutinitas pengarahan, pengarahan, pengarahan, yang diawali dengan doa, Indonesia Raya kemudian diakhiri dengan makan Bersama,” tuturnya.

Hal tersebut seharusnya bisa dievaluasi secara menyeluruh. Begitupun untuk anggara provinsi yang bisa dievaluasi oleh Kemendagri sehingga anggaran tepat sasaran.

“Jangan sampai kemiskinan tidak selesai, jalan jelek, sekolah mau runtuh, puskesmas miring, sopir ambulans gak ada honornya di jalan kehabisan bensin akhirnya minta lagi ke pasien,” ujarnya.

Untuk itu KDM mengajak seluruh pihak mengevaluasi diri untuk menyelesaikan seluruh problem yang ada. Sehingga anggaran tepat sasaran dan tidak habis untuk hal yang bersifat administratif.

“Itulah problem kita. Yuk ke depan kita beresin tidak boleh lagi uang dibuangin seperti ini,” pungkas Kang Dedi Mulyadi.