Dedi Mulyadi Temukan 'Paradoks' Indonesia di Tengah Puluhan Ribu Warga KBB
- Istimewa
VIVA Jabar – Kehadiran Kang Dedi Mulyadi (KDM) di Lapangan Bola Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) disambut meriah oleh puluhan ribu warga. Kehadirannya sebagai rangkaian Safari Budaya ‘Menyambut Kemenangan 08 Presiden ke-8’.
Acara yang berlangsung pada Jumat 7 Juli malam itu disaksikan oleh puluhan ribu warga dari berbagai daerah tak hanya KBB tapi juga Bandung, Cianjur bahkan Sukabumi. Mereka antusias menyaksikan acara hingga selesai pada malam pergantian hari.
Di tengah lautan warga KDM menemukan seorang ibu yang menonton dengan anaknya. Anaknya yang memasuki usia lima tahun itu diduga mengalami stunting karena pertumbuhan fisiknya berbeda dengan sebaya. Bahkan sang anak masih digendong-gendong oleh ibunya.
Selama ini ibu tersebut hidup dari kiriman suaminya yang bekerja di Bali. Dalam satu bulan ia menerima Rp 300 ribu sebagai bekal hidup bersama anaknya.
KDM menyebut hal tersebut adalah realitas yang harus dituntaskan. Sebab saat ini anggaran pengentasan stunting justru habis oleh hal yang berbau birokrasi. Hanya Sebagian kecil saja anggaran sampai kepada masyarakat.
Ditemui usai acara, KDM mengatakan kasus ibu tersebut merupakan paradoks yang kerap disampaikan oleh Prabowo Subianto padanya. Satu sisi negara memiliki SDA dan melahirkan banyak sekali orang kaya tapi kekayaan tersebut banyak yang disimpan di luar Indonesia.
Selain itu banyak aspek raihan pajak tidak semua dibayar sesuai dengan produksinya. Di sisi lain lagi APBN dan APBD kerap habis oleh birokrasi dan tidak diprioritaskan untuk masyarakat.
“Sehingga banyak problem seperti stunting tadi banyak yang salah kaprah. Problemnya stunting, rapatnya di hotel, dibikin studi banding, yang makan mereka saja, dapat perjalanan dinas, dapat menginap, harga kamar bisa Rp 1,5 juta padahal kan uang segitu bisa diberikan pada mereka (stunting),” ucap KDM.
Sehingga, kata KDM, Presiden Jokowi telah mengajarkan kecepatan dalam mengambil keputusan. Sehingga data yang telah ada tidak perlu lagi dirapatkan di hotel berbintang tapi langsung diselesaikan melalui pembagian anggaran dari mulai daerah, provinsi hingga pusat.
“Misal ada 1.000 kasus stunting, misal 500 diselesaikan kabupaten, 500 provinsi, dilihat problemnya kemudian suplai makanannya,” tuturnya.
Kang Dedi memberi contoh saat ia menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Saat itu ia bekerja sama dengan minimarket dan warung di setiap desa, RW hingga RT untuk menyiapkan kebutuhan bagi warga yang terindikasi stunting.
“Nah seperti ibu yang tadi misalnya, tinggal dilayani oleh warung disuplai berbagai kebutuhan pokoknya nanti tinggal pemerintah yang bayar. Kan data sudah ada jelas, dibanding anggaran habis oleh rapat di hotel berbintang terus,” katanya.
“Inilah paradoks di Indonesia. Orang stunting dibahas di hotel berbintang, kemiskinan dibahas di hotel berbintang, pejabat pakai mobil mewah rakyat tidak bisa sekolah,” lanjut KDM.
Paradoks itu pun terjadi di Jawa Barat. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan hampir setiap hari muncul postingan warga mengenai jalan rusak, irigasi rusak, kemiskinan hingga stunting.
“Negara kaya hasil alam, pejabat hidup bergelimang fasilitas, anggaran stunting habis untuk perjalanan dinas dan rapat di hotel mewah. Sedangkan anak kurus terpaksa tumbuh hidup tanpa asupan gizi dan protein memadai,” ujar Kang Dedi Mulyadi.
Kembali ke Safari Budaya, di akhir acara KDM menyerahkan bantuan sebesar Rp 9 juta kepada ibu tersebut. Uang tersebut sebagai tambahan modal usaha sang ibu, tabungan dan sisanya untuk membeli berbagai kebutuhan pangan yang bisa meningkatkan gizi anak.