Pengamat Politik Soroti Fakta Persidangan Kasus TPPU yang Libatkan Eks Ketua DPRD Jabar
- Istimewa
VIVA Jabar – Hampir setahun bergulir kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara akhirnya menemukan titik terang. Pada tanggal 17 juni 2023, MA melalui website resminya membatalkan judex facti terhadap kasus eks Ketua DPRD Jawa Barat dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
Irfan Suryanagara dan istri oleh MA dinilai terbukti melanggar pasal 372 KUHP, pasal 3 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Putusan MA tersebut secara otomatis membatalkan Putusan bebas dari PN Bale Bandung terhadap Irfan dan istri.
Dalam proses persidangan dengan nomor perkara 912/Pid.b/2022/PN.Blb pada kasus eks Ketua DPRD Jawa Barat, sejumlah nama dimunculkan oleh Stelly selaku saksi dan korban termaksud di dalamnya Bupati Karawang dan Walikota Cirebon. Terkait fakta persidangan tersebut, Gaston Otto Malindir selaku Pengamat Politik dari Temu Political Research mengatakan bahwa perlu dilakukannya tindak lanjut oleh pihak berwenang, sehingga fakta persidangan tidak hanya dijadikan penguatan untuk menguatkan putusan terhadap terdakwa.
“Semua sudah dibuka dalam persidangan, sayang kalau fakta persidangan yang sudah ada tidak dijadikan bahan dasar untuk mengembangkan kasus oleh penyidik” kata Gaston saat dihubungi melalui sambungan telpon, Senin (17/7/2023).
Ia juga mengatakan bahwa fakta persidangan ini kan kuat dasarnya sehingga menjadi pertimbangan Hakim MA untuk memutuskan eks Ketua DPRD Jabar dan Istri bersalah, karena berasal dari saksi yang tidak lain adalah korban dalam kasus tersebut.
“Kalau kemudian muncul nama para Kepala Daerah seperti Celica dan Narudin dari mulut saksi, ya itu fakta persidangannya apa yang mau dibantah?” katanya.
Seperti diketahui dalam persidangan kasus TPPU yang melibatkan eks Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara yang berlangsung sejak awal tahun 2023, Stelly Gandawidjaja korban penipuan SPBU membeberkan sejumlah nama selain terdakwa yang menurutnya diberikan sejumlah uang mulai dari Dedi Mizwar Rp 7,5 miliar, Celica (Bupati Karawang) Rp 5 Miliar, dan Nasrudin Azis (Walikota Cirebon) Rp 5 miliar untuk pembiayaan kampanye pada Pemilu 2019 silam.
Gaston lebih lanjut mengatakan bahwa seharusnya untuk nama-nama pejabat publik yang muncul dalam persidangan yang merupakan pejabat publik perlu menjadi perhatian khususnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak menutup kemungkinan masuk dalam kategori gratifikasi.
“Harusnya dari fakta persidangan tersebut, KPK bisa melihat ini sebagai potensi kasus baru (Gratifikasi) yang perlu kembangkan. Bukti awalnya sudah ada, tinggal KPK mengumpulkan bukti-bukti tambahan lainnya melalui pemeriksaan mereka sebagai saksi.” lanjut Gaston selaku Pengamat Politik Temu Political.
Ia juga mengatakan bahwa bahwa melalui prosedur penyidikan lebih lanjut dari KPK terhadap mereka selaku pejabat publik yang namanya muncul dalam persidangan ini juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan meredam opini liar di dunia maya.
“Agar tidak menjadi opini liar dimasyarakat maka KPK panggil Bupati Karawang dan kawa-kawan yang namanya muncul dipersidangan. Kalau tidak terbukti pasti dilangsung dipulangkan pasca pemeriksaan, jadi ada kejelasan juga bagi masyarakat apakah Kepala Daerah mereka terlibat atau tidaknya.” tegas Gaston.