Media Korsel Sindir Pratama Arhan, Skill di Bawah Standar dan Gaji Mahal
VIVAJabar – Sejak kepindahannya ke K-League (Liga Korea Selatan), Pratama Arhan kerap menjadi sorotan media. Ia bergabung dengan Suwon FC tapi tidak mendapatkan menit bermain yang banyak, hanya total 4 menit dari dua laga yang ia mainkan bersama klub Korea Selatan itu.
Kini, di awal Januari 2025 Arhan dilepas oleh Suwon FC bersama beberapa orang lainnya. Dampaknya kepada klub pun diulas secara kritis oleh media Negeri Ginseng itu, yakni Nate.
Meski tidak secara langsung menyebut nama Pratama Arhan, Nate mengatakan pemain Asia Tenggara memiliki skill di bawah standar. Menurut Nate, tidak ada pengaruh apapun di pasar Asean kecuali peningkatan jumah follower akun media sosial mereka.
Kebetulan, saat Arhan bergabung dengan Suwon FC, jumlah followers medsos mereka meningkat tajam, dan ketika Arhan putus kontrak dengan klub tersebut, banyak publik terutama dari Indonesia berbondong-bondong unfollow mereka.
"Alasan kegagalan pemasaran di Asia Tenggara adalah karena keterampilan sebagian besar pemain berada di bawah standar," tulis Nate.
"Karena skill mereka yang kurang bagus untuk bermain dalam permainan."
"Tidak ada pengaruh pemasaran yang signifikan kecuali peningkatan jumlah pengikut di media sosial klub saat pertama kali bergabung dengan tim," lanjutnya.
Selain itu, Nate juga melaporkan bahwa salah satu petinggi klub di K-League yang merasa gaji para pemain Asean terbilang sangat mahal.
Karenanya Korsel dikabarkan kini menutup sepenuhnya kuota untuk pemain Asia Tenggara, dan lebih memilih pemain dari Amerika Latin.
“Pemasaran di Asia Tenggara tidak hemat biaya. Gaji tahunan pemain kompetitif Asia Tenggara setidaknya 200 juta won, jadi lebih baik mencari pemain dari Amerika Selatan atau Eropa Timur untuk mendapatkan uang tersebut," ujar salah satu pengurus klub Korea Selatan yang tidak mau disebut namanya ke Nate.
"Di J-League (Jepang), pemasaran Asia Tenggara sukses berkat pemain seperti Chanathip Songkrasin dan Thirathorn Boonmatan (keduanya dari Thailand) yang memainkan lebih dari 20 pertandingan di liga. Tidak ada pemain Asia Tenggara sekaliber itu di K-League, dan sulit untuk mendatangkan mereka."
"Saat kami melakukan pemasaran di Asia Tenggara, tidak banyak penggemar Asia Tenggara yang tinggal di Korea. Harga seragam pemain dan barang-barang juga memberatkan fans di Asia Tenggara, jadi sebenarnya pendapatan klub juga kecil."
"Jumlah pengikut sosial media yang meningkat pesat dalam jangka pendek juga tidak berarti banyak," lanjutnya
VIVAJabar – Sejak kepindahannya ke K-League (Liga Korea Selatan), Pratama Arhan kerap menjadi sorotan media. Ia bergabung dengan Suwon FC tapi tidak mendapatkan menit bermain yang banyak, hanya total 4 menit dari dua laga yang ia mainkan bersama klub Korea Selatan itu.
Kini, di awal Januari 2025 Arhan dilepas oleh Suwon FC bersama beberapa orang lainnya. Dampaknya kepada klub pun diulas secara kritis oleh media Negeri Ginseng itu, yakni Nate.
Meski tidak secara langsung menyebut nama Pratama Arhan, Nate mengatakan pemain Asia Tenggara memiliki skill di bawah standar. Menurut Nate, tidak ada pengaruh apapun di pasar Asean kecuali peningkatan jumah follower akun media sosial mereka.
Kebetulan, saat Arhan bergabung dengan Suwon FC, jumlah followers medsos mereka meningkat tajam, dan ketika Arhan putus kontrak dengan klub tersebut, banyak publik terutama dari Indonesia berbondong-bondong unfollow mereka.
"Alasan kegagalan pemasaran di Asia Tenggara adalah karena keterampilan sebagian besar pemain berada di bawah standar," tulis Nate.
"Karena skill mereka yang kurang bagus untuk bermain dalam permainan."
"Tidak ada pengaruh pemasaran yang signifikan kecuali peningkatan jumlah pengikut di media sosial klub saat pertama kali bergabung dengan tim," lanjutnya.
Selain itu, Nate juga melaporkan bahwa salah satu petinggi klub di K-League yang merasa gaji para pemain Asean terbilang sangat mahal.
Karenanya Korsel dikabarkan kini menutup sepenuhnya kuota untuk pemain Asia Tenggara, dan lebih memilih pemain dari Amerika Latin.
“Pemasaran di Asia Tenggara tidak hemat biaya. Gaji tahunan pemain kompetitif Asia Tenggara setidaknya 200 juta won, jadi lebih baik mencari pemain dari Amerika Selatan atau Eropa Timur untuk mendapatkan uang tersebut," ujar salah satu pengurus klub Korea Selatan yang tidak mau disebut namanya ke Nate.
"Di J-League (Jepang), pemasaran Asia Tenggara sukses berkat pemain seperti Chanathip Songkrasin dan Thirathorn Boonmatan (keduanya dari Thailand) yang memainkan lebih dari 20 pertandingan di liga. Tidak ada pemain Asia Tenggara sekaliber itu di K-League, dan sulit untuk mendatangkan mereka."
"Saat kami melakukan pemasaran di Asia Tenggara, tidak banyak penggemar Asia Tenggara yang tinggal di Korea. Harga seragam pemain dan barang-barang juga memberatkan fans di Asia Tenggara, jadi sebenarnya pendapatan klub juga kecil."
"Jumlah pengikut sosial media yang meningkat pesat dalam jangka pendek juga tidak berarti banyak," lanjutnya