Ayah Atta Halilintar Disebut Ambil Alih Tanah Pesantren di Pekanbaru
- viva.co.id
VIVA Jabar – Belum lama ini dunia maya digegerkan oleh kabar bahwa ayah Atta Halilintar, yakni Anofial Asmid terlibat sengketa tanah. Tak main-main, tanah yang disengketakan tersebut adalah milik pesantren.
Anofial Asmid Halilintar bahkan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap Yayasan Ponpes Al-Anshar Pekanbaru serta H. Saepuloh.
Namun Yayasan Ponpes Al-Anshar Pekanbaru melalui kuasa hukumnya, Dedek Gunawan menyebut bahwa tanah tersebut merupakan aset yang dibeli secara kolektif oleh anggota Yayasan, namun diambil alih oleh ayah Atta Halilintar.
"Tanah itu dibeli kolektif oleh anggota yayasan, beliau mengambil alih tanah itu menjadi atas nama beliau. Tahun 2004 dia dikeluarkan dari yayasan," kata Dedek Gunawan.
Dedek Gunawan juga menegaskan bahwa pihak yayasan mengajak damai Anofial Asmid dikarenakan sulit mengurus perizinan.
"Iya artinya yayasan merasa dirugikan, karena susah untuk proses perizinan, makanya hari ini klien kita meminta supaya berdamai dengan tergugat," tuturnya.
"Keinginan klien saya sederhana sekali. Uang yang beliau sudah keluarkan akan dikembalikan," sambung Dedek Gunawan.
Tak cukup sampai di situ, Dedek mengungkapkan sudah berupaya menjalin komunikasi akan tetapi upaya tersebut gagal.
"Nah itu tadi saya tegaskan kembali menurut klien saya, tanah itu dibeli secara kolektif oleh anggota yayasan dan kebetulan beliau pada saat itu dipercaya untuk menjadi pimpinan sehingga tanah tersebut dibalik nama atas nama beliau. Jadi ditegaskan bahwa tanah itu milik yayasan bukan seperti apa yang penggugat sebutkan," kata kuasa hukum yayasan.
Sebelumnya, ayah Atta Halilintar yakni Anofial Asmid Halilintar melayangkan gugatan terhadap pesantren itu ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Diketahui, gugatan tersebut sudah terregistrasi dengan nomor 35/Pdt.G/2024/PN Pbr.
Berdasarkan informasi yang beredar, Anofial melayangkan gugatan tersebut pada awal tahun 2024. Ia menggugat H. Saepuloh dan Yayasan Al-Anshar Pekanbaru.
Dalam gugatannya, Anofial Asmid meminta pengadilan menetapkan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Pada poin lainnya, Anofial Asmid meminta pengadilan menghukum para tergugat dengan menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 tanggal 4 April 1998 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 Tanggal 28 September 1999 kepada dirinya.
Tak cukup sampai di situ, mertua Aurel Hermansyah itu juga menuntut kerugian materiil sebesar Rp.26 miliar dan ditambah kerugian immateriil sebesar Rp.10 miliar.
"Menghukum Tergugat untuk mengganti kerugian materil Penggugat sejumlah Rp. 29.762.000.000 (dua puluh sembilan miliar, tujuh ratus enam puluh dua juta rupiah)," tulis petitum.
"Menghukum Tergugat untuk mengganti kerugian imateriil Penggugat sejumlah Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)," lanjutnya.
Tanah dengan luas kurang lebih 13.958 m2 dan 932 m2 itu juga dituntut agar disahkan menjadi milik suami Lenggogeni Faruq tersebut.
"Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas objek tanah milik Penggugat dengan identitas sertifikat hak milik yakni Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 dengan luas tanah ±13.958 M2, tanggal 4 April 1998 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 Tanggal 28 September 1999 dengan luas tanah ±923M2," tulis pada poin petitum nomor 6.
"Memerintahkan kepada Tergugat 1 dan Tergugat 2 untuk menyerahkan penguasaan objek tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 tanggal 4 April 1998 dengan luas tanah ±13.958 M2 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 Tanggal 28 September 1999 dengan luas tanah ±923M2 kembali kepada Penggugat," lanjutnya.