Tips Bangun Ekowisata Ala Ritno: Ramah Hutan, Ekosistem Terjaga hingga Dongkrak Ekonomi Warga
- Screenshot video Youtube @SATUIndonesiaAwards
"Awalnya masyarakat menolak atau tidak mau karena takut mata pencaharian mereka terganggu. Yaitu keluarga hampir 90% lebih itu nebang kayu di hutan atau ilegal loging," terang Ritno
Seiring berjalannya waktu, warga akhirnya mau menerima tawaran Ritno. Perubahan itu pun disambut Ritno melalui pembentukan komunitas yang dinamai dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) LA Adventure (Lubuk Alung). Komunitas ini resmi terbentuk pada 5 bulan pertama, tepatnya bulan Agustus 2013 setelah Ritno melakukan pra-sosialisasi.
Alhasil, 'Kawasan Ekowisata Nyarai' pun terbentuk dan makin berkembang. Ritno memimpin 170 pemandu wisata. Hingga tahun ke-4, tepatnya pada tahun 2017, jumlah kunjungan wisatawan mencapai 1.500-2.000 orang per bulan. Para wisatawan terpesona dengan keindahan sejumlah air terjun yang ada di area Hutan Gamaran, salah satunya di 'Kawasan Ekowisata Nyarai'
Gerakan pendirian 'Kawasan Ekowisata Nyarai' mampu memberikan manfaat ekonomi bagi warga sekitar. Dulu, saat menjadi pembalak hutan, pendapatan mereka sekitar Rp 150 ribu per minggu. Namun, kini sebagai pemandu wisata mereka bisa mendapatkan Rp 50-80 ribu per hari. Hutan aman, lingkungan terjaga, pendapatan dan ekonomi Lubuk Alung pun berkembang.
"Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang pertama adalah manfaat ekonomi. Dimana masyarakat sekarang ini sudah ada pendapatan baru yaitu pemandu wisata. Dan jika berjalan lancar malah dia lebih menguntungkan daripada membawa kayu di hutan," demikian Ritno.
Untuk itu, tak berlebihan bila Ritno yang dikenal sebagai penggagas sekaligus pendiri awal 'Kawasan Ekowisata Nyarai, Lubuk Alung, dijuluki pula sebagai sang 'Transformer Pembalak Liar'.