Menkop UKM Soroti Cara Main TikTok di Indonesia, Pengamat Bilang Begini
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Platform Sosial Media, TikTok memadukan fitur dan layanan dengan ranah bisnis atau e-Commerce. Cara main ini mendapat sorotan tajam dari Pemerintah Indonesia.
Sorotan tajam yang paling gencar disampaikan Pemerintah, salah satunya oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki.
Teten Masduki menolak dengan keras cara TikTok menjalankan bisnis di Indonesia. TikTok memainkan 2 peran sekaligus. Selain Platform hiburan juga memberikan layanan bagi pelaku bisnis, e-Commerce.
Menurut Teten Masduki, menjalankan bisnis medsos dan e-commerce secara bersamaan membahayakan pasar ekonomi. Bisa juga masuk dalam kategori monopoli bisnis.
Teten menambahkan TikTok boleh saja berjualan, tapi tidak dengan cara menyatukan media sosial dengan bisnis karena justru akan menjadi monopoli bisnis.
Namun demikian, sorotan tajam Menkop UKM dibantah Pengamat ekonomi digital, Ignatius Untung. Ia mengaku tidak melihat dasar dari alasan media sosial yang harus dipisah dengan e-commerce.
"Tidak melihat dasarnya harus dipisah. Kalau masalah data, sudah terjadi pertukaran data lintas platform. Terus kalau itu merugikan UMKM, gak juga," ujarnya di Jakarta, Jumat (15/9/2023) lalu.
Untung juga menyarankan untuk membuat uji publik dengan pemangku kepentingan hingga UMKM agar lebih terbuka untuk melihat dampaknya lewat studi.
"Seringkali aturan dikeluarkan, studinya gak cukup. Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) menawarkan aturan ini untuk jangan buru-buru dikeluarkan bulan ini. Kasih waktu satu bulan biar diskusi sama-sama, plus-minusnya apa," tambahnya.
Menurutnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) pernah menyatakan untuk mengeluarkan revisi Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan 50 Tahun 2020. Jika tidak sesuai, maka bisa direvisi kembali.
Tapi permasalahannya jika konsepnya seperti itu, maka platform akan mengeluarkan biaya yang tinggi. Seandainya pemisahan e-commerce dan media sosial urung dilakukan, perusahaan terlanjur mengeluarkan investasi yang tidak sedikit.
"Belum lagi dampaknya pada UMKM yang omzetnya turun. Jadi ketika keluarin aturan, harus ada studinya, dampaknya seperti apa, berapa banyak. Bukan berarti gak boleh, tapi itu gak dilakukan," kata Untung.