Pemilu 2024 Dihantui Konten Palsu 'Deepfake', Kualitas Demokrasi Terancam
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Indonesia akan menghadapi perhelatan demokrasi 5 tahunan. Pemilu 2024 hanya tinggal menghitung waktu. Pilpres, Pileg dan Pemilihan Perwakilan Daerah akan berlangsung pada February 2024 mendatang.
Sementara itu, Pilkada baik Pilgub, Pilwalkot dan Pilbup akan digelar di tahun yang sama, November 2024. Pilkada pun sama, digelar secara serentak dan serentak.
Seiring dengan rintangan dan tantangan pesta demokrasi, kemajuan teknologi di era kemajuan Artificial Intelligence (AI) atau disebut pula dengan kecerdasan buatan, turut membayangi kualitas penyelenggaraan pemilu 2024 itu.
Bukan tanpa alasan, masyarakat merasakan kekhawatiran dengan semaraknya potensi konten-konten palsu yang dibuat melalui teknologi deepfake.
Dimana Deepfake sendiri merupakan produk teknologi yang mampu membuat salinan gambar, video, dan suara yang meyakinkan lewat pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Teknologi ini mampu belajar dari data tidak terstruktur, seperti wajah manusia. Ini adalah metode lanjutan yang menggunakan algoritma pembelajaran mesin berlapis untuk secara progresif mengekstraksi fitur tingkat tinggi dari masukan mentah.
Ada kekhawatiran bahwa deepfake, teknik manipulasi konten video, gambar dan suara yang mengandalkan AI, akan digunakan untuk mempengaruhi situasi dan opini publik menjelang pemilu 2024.
Hal itu menyusul adanya informasi dari perusahaan keamanan siber Kaspersky. Perusahaan keamanan siber yang bermarkas di Rusia ini mengungkapkan ada permintaan yang cukup signifikan terhadap deepfake.
Dalam beberapa kasus, terdapat kemungkinan permintaan deepfake dari individu terhadap target tertentu seperti selebritas maupun tokoh politik. Dan harga atau tarif per menit video deepfake dapat berkisar antara US$300 (Rp4,7 juta) hingga US$20.000 (Rp313,6 juta).
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk waspada terhadap konten berbahaya yang mungkin ditemui secara online pada pemilu 2024.
Penelitian analisis web gelap ini dibantu oleh layanan Kaspersky Digital Footprint Intelligence, yang melakukan analisis otomatis dan manual terhadap web permukaan (surface web), web dalam (deep web), dan web gelap (dark web), ditambah pengetahuan dan wawasan para ahli kami terkait teknik dan motif para penjahat siber.
Menurut Head of Government Affairs and Public Policy Kaspersky for Asia-Pacific, Japan, Middle East, Turkey and Africa Regions, Genie Sugene Gan, penjahat siber menggunakan teknologi seperti deepfake untuk melakukan penipuan finansial, manipulasi politik, balas dendam, disinformasi, hingga pelecehan.
Teknologi ini tidak berbahaya, namun ketika berada di tangan penipu, deepfake bisa menjadi alat kejahatan.
Untuk itu, Ia mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam membangun kesadaran dan kewaspadaan terhadap teknologi deepfake serta kemungkinan eksploitasinya.
"Ancaman digital berupa SMS, email phishing, video palsu, dan juga situs berbahaya harus diantisipasi pada pemilu 2024 di Indonesia. Kami bersedia memberikan keahlian kepada pemerintah dalam menetapkan standar dan protokol untuk memastikan pemilu yang aman bagi masyarakat," kata dia di Jakarta, Senin (9/10/2023)