Kisah Hijrah Dawud Reid, Tinggalkan Trinitas dan Masuk Islam di Usia 60 Tahun
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Dunia ini diisi oleh pelbagai aliran, keyakinan, agama dan kepercayaan. Ada yang meyakini agama sebagai pedoman hidup, ada pula yang sebaliknya menilai tanpa agama kehidupan tetap bisa harmonis karena akhlak dan moral menjadi yang utama.
Di sisi lain, bagi kaum penganut agama, satu sama lain melakukan eksplorasi dari satu agama ke agama lain. Penganut Hindu pindah agama ke Budha, Kristiani ke Budhis, dan lain sebagainya.
Yang menarik, kisah perjalanan keagamaan yang pernah dialami seorang muallaf, Dawud Reid. Pria asal Australia ini memutuskan diri pindah agama dari Katholik menjadi pemeluk Islam.
Bagaimana kisah Muallaf Dawud Reid? Berikut keterangannya dilansir dari VIVA:
Dawud Reid adalah sosok pemeluk agama Katolik yang taat sejak lahir. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang menganut agama tersebut sehingga Dawud pun turut mengimaninya.
Namun, masa kritis akan keyakinannya muncul di usia 20 tahun. Di usia yang sudah cukup dewasa itu membuat Dawud Reid kritisi pemahaman Trinitas atau Tri Tunggal dalam agama yang diyakininya.
Menurut Dawud Reid, pemahaman akan 'Tiga Tuhan' tak masuk akal sehingga membuat Dawud memilih jarang beribadah ke gereja.
"Saya tidak pernah bisa memahami mengapa ada tiga Tuhan dalam Katolik, hati saya menolaknya," kata Dawud dalam sebuah kanal YouTube
Kendati begitu, Dawud Reid tetap menganut Katolik sampai ia menikahi seorang perempuan. Dawud Reid yang tak mengenali agama yang baik selain Katolik itu pun menikah dengan cara agama tersebut.
Hingga Dawud dikaruniai dua orang anak yang justru menjadi awal mula perjalanan spiritualnya.
"Anak kedua saya meninggal karena kanker di usianya yang ke- 7 tahun. Saya sangat sedih dan saya tidak bisa menerima keputusan Tuhan pada saat itu. Saya membenci Tuhan," jelasnya.
Kebencian pada Tuhan menjadikannya membuat sebuah tato pentagram di tangan kirinya yang kini sudah dihapusnya.
Di masa itu, Dawud masih menerima banyak cobaan dengan kondisi istrinya yang kritis membutuhkan transplantasi paru untuk mengobati sakitnya.
Dawud sempat menyerah dan menerima takdir atas kehilangan yang begitu menyedihkan. Dawud kemudian terpikir untuk beribadah agar hatinya tenang, dimana saat itu Dawud masih memeluk agama Katolik sehingga memilih ke gereja.
"Saya mulai berpikir akan kehilangan istri yang sudah menemani selama 30 tahun ini. Saya bisa mengingat saat itu berdiri di dapur rumah sendirian dan berusaha memanggil Tuhan dalam hati," kata Dawud.
Dawud mencoba berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan istrinya agar dapat kembali pulih. Di satu sisi, Dawud ikhlas bila keputusan yang terbaik dengan mengambil nyawa istrinya namun ia minta diberi penerimaan yang mendalam
"Tapi dua hari kemudian, telepon datang dari sebuah rumah sakit di Sydney, ST Vincent’s Hospital. Mereka mengatakan ada donor paru yang tersedia," kata Dawud.
Keajaiban di malam itu membukakan mata Dawud Reid akan takdir Tuhan. Di malam itu, pihak rumah sakit pergi ke Sydney untuk menjemput donor paru tersebut.
Keesokan harinya, operasi pada istrinya segera dilaksanakan. Dengan kondisi istri yang masih dilakukan transplantasi paru, Dawud menunggu di luar rumah sakit dan berniat menenangkan pikiran dengan minum alkohol.
Tetapi, hatinya justru mengingat Tuhan dan ingin mencoba berdoa untuk meredam kekhawatiran akan proses operasi sang istri.
Dawud lantas bergegas pergi ke gereja untuk berdoa dengan fokus. Kendati begitu, pintu gereja terdekat ternyata dikunci. Saat itu, Dawud sempat berpikir untuk pergi ke sinagoge, akan tetapi Dawud khawatir tak disambut di sinagoge karena dia bukan seorang Yahudi. Pada saat yang bersamaan, dia melewati sebuah masjid.
Dia kemudian memasuki masjid tersebut dan kemudian dia mulai memikirkan ajaran agama Islam tentang keesaan Tuhan. Hatinya seolah terbuka dengan ringan untuk mempelajari agama Islam.
"Hanya ada satu Tuhan dan Tuhan itu Esa. Aku tercerahkan," kata dia.
Kabar baik bagi Dawud bahwa sang istri berhasil pulih usai menjalani transplantasi paru. Secara bersamaan, Dawud kian mencoba memahami Islam secara perlahan. Niatnya itu seolah disambut baik.
Tak lama, Dawud bertemu dengan seorang lelaki muslim yang membimbingnya dalam sebuah kursus bernama ‘Understanding Islam’. Dawud bertemu dengan pria tersebut 3-4 kali dalam seminggu.
Dalam prosesnya memahami Islam inilah, semuanya terasa masuk akal bagi Dawud. Dia tidak lagi memiliki keraguan karena semua tentang Islam terasa masuk akal baginya. Tepat di usia 60 tahun, Dawud memilih untuk memeluk agama Islam.
"Saya mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama Islam," tandasnya.