Go Internasional: Lewat Tangan Anjani, Batik Bantengan Kota Batu Ekspansi ke Berbagai Negara
- Screenshot video Youtube @SATUIndonesiaAwards
VIVA Jabar - Guru honorer merupakan tulang punggung bagi kemajuan dunia pendidikan. Para pahlawan tanpa tanda jasa ini tak mengenal lelah mendidik, membimbing dan menebar berbagai pengetahuan kepada para calon generasi bangsa.
Ironinya, pengabdian dan pengorbanan para guru honor masih belum diapresiasi dengan kesejahteraan yang setimpal. Bahkan, bisa dibilang jauh dari kelayakan. Bila dibanding pekerja swasta atau pebisnis, pendapatan guru honor tak sampai separoh dari gaji mereka.
Padahal, dari sisi waktu dan beban kewajiban mengajar, guru honor selalu dituntut secara profesional layaknya rekan kerja yang berstatus ASN atau dengan ikatan perjanjian maupun kontrak. Beban kerja sama, namun pendapatan berbeda.
Oleh karena itu, tak sedikit dari kalangan guru honor yang memilih untuk mencari peluang usaha lain untuk menambah pundi-pundi penghasilan agar dapat menutupi kebutuhan hidup mereka.
Berbeda dengan Anjani Sekar Arum, Wanita lulusan Universitas Negeri (UN) Malang ini malah lebih tertantang untuk membuka peluang mata pencaharian baru di bidang kewirausahaan di tengah keterbatasannya sebagai guru honorer.
Kisahnya bermula dari tekad untuk membangkitkan kembali Batik Bantengan. Ia pun menggantungkan cita-cita ingin mewujudkan Batik Bantengan menjadi salah satu ikon kebudayaan khas Kota Batu.
Anjani menceritakan, Ia pertama kali belajar membatik bersama ayahnya pada tahun 2010. Kala itu, Ia masih sambil honor sebagai guru di SMPN I Batu, Jawa Timur (Jatim).
Berbekal warisan membatik dari sang ayah dan diperkuat dengan pengetahuan tentang batik saat kuliah di jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri (UN) Malang, lantas Anjani berinisiatif mengembangkan bakatnya itu. Ia pun mendirikan sanggar batik dinamai dengan 'Sanggar Batik Tulis Andhaka'.
Disebutkannya, batik yang ditekuni ialah Batik Bantengan. Batik ini merupakan hasil gabungan dari bakat, keahlian, ketekunan, dan cinta. Anjani memulai produksi batik di sanggarnya pada Agustus 2014.
"Jadi Bantengan itu merupakan budaya khas jawa timur, tetapi dia ada di lereng gunung Arjuno," terang Anjani di kanal Youtube @SATUIndonesiaAwards.
Anjani menuturkan, desain motif kain batik Bantengan pun dibuat sendiri. Pada tahun pertama, sanggar batik yang didirikan mampu menyelenggarakan pameran tunggal dengan menyediakan 54 kain. Karyanya habis terjual dan hanya menyisakan 1 lembar kain.
"Jadi awal mulanya tanggal 29 Agustus 2014, itu saya berinisiatif untuk membuat sebuah pameran tunggal," kata Anjani.
Tak selamanya mulus, Anjani mengakui dihadapi sejumlah tantangan. Para pembatik yang dulunya bersedia membantu Anjani, pergi meninggalkan sanggar karena upah penghasilan yang tak menentu.
Wanita yang kala itu berusia 26 tahun, tak patah semangat. Ia tetap berusaha dan mencari orang-orang sekitar lingkungan yang punya ketekunan dan keuletan dalam membatik. Hingga pada akhirnya Anjani bertemu dengan Aliya, gadis berusia 9 tahun yang memiliki bakat dalam membatik.
Anjani bertemu Aliya pada tahun 2015. Ia pun mencoba mewarisi budaya membatik ke Aliya. Beruntung, Aliya mau mengembangkan bakat yang ada pada dirinya.
Tak hanya Aliya, Anjani mengemukakan, 'Sanggar Batik Tulis Andhaka' juga mengajak dan melatih anak-anak lain seusia Aliya untuk menjadi pembatik di sanggarnya.
Pada saat itu, jumlah pembatik dari kalangan anak-anak hingga mencapai 58 orang. Mereka belajar di sanggarnya. Bahkan, 28 diantara mereka menjadi pembatik aktif.
Alhasil, sanggar makin produktif. Anak-anak yang belajar membatik semakin serius mengikuti pembelajaran. Bahkan, mendatangkan profit. Setiap bulan, sanggar Andhaka rata-rata menghasilkan 45 lembar kain batik.
Anjani menyebutkan, dari setiap lembar kain batik yang dijual Rp 300 ribu-750 ribu, Ia hanya mengambil 10% dari omzet penjualan. Itu pun uangnya digunakan kembali untuk membeli kain, pewarna dan perlengkapan lainnya.
Selebihnya yang 90%, menjadi hak para pembatik anak-anak. Padahal saat itu, Anjani hanya seorang guru honorer dan tak sedikit uang honorarium yang Ia dapatkan dari sekolah digunakan untuk menambal berbagai biaya sanggarnya.
Hingga pada suatu ketika, Anjani dikejutkan dengan tawaran yang diberikan orang no 1 di Kota Batu, Eddy Rumpoko. Melalui Istrinya, Dewanti Rumpoko, Anjani diajak untuk mengikuti pameran di Praha, Republik Ceko.
"2 bulan setelah pameran, tiba-tiba secara mendadak dan secara kaget saya diperintahkan oleh Walikota untuk mengikuti pameran di Ceko-Praha, Eropa Timur," tutur Anjani
Hasil tak akan mengkhianati proses, akhirnya pertemuan Anjani dengan Istri Walikota Batu merupakan awal dari terwujudnya cita-cita Anjani. Kini, Batik Bantengan telah beberapa kali dipamerkan ke sejumlah negara.
"Di Kota Batu, Bantengan sudah meng-internasional. Setiap tahun kita mengadakan pertunjukkan di Malaka, Melbourne, besok bulan November di India," sebut Anjani.
Wanita muda nan cantik itu bersyukur mendapat kepercayaan dari Walikota Batu, Eddy Rumpoko dan Istrinya, Dewanti Rumpoko. Setelah berhasil Go Internasional, Batik Bantengan makin terkenal dan dijadikan sebagai ikon budaya batik atau khas Kota Batu
"Batik kita juga mengiringi kesenian Bantengan ini. Sebagai khasnya kota Batu," demikian Anjani.
Untuk itu, tak berlebihan bila Anjani yang dikenal sebagai penggagas sekaligus pendiri 'Sanggar Batik Tulis Andhaka' ini dijuluki pula sebagai Sang 'Pembatik Bantengan'. Ikon batik yang populer di Kota Batu-Jatim itu.
Anjani pun dinobatkan sebagai pelopor yang mampu memberikan inovasi baru bagi masyarakat di bidang sosial berkelanjutan sektor kewirausahaan di Kota Batu, Jatim.
Pendirian 'Sanggar Batik Tulis Andhaka' dianggap mampu memberikan perubahan konstruktif bagi masyarakat, terutama dalam hal upaya mewarisi budaya membatik bagi kelompok tunas bangsa.
Atas kegigihannya di bidang 'Kewirausahaan', akhirnya Anjani Sekar Arum diberi penghargaan di ajang Apresiasi 8th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017.
Perlu diinformasikan, program SATU Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra kepada generasi muda, baik individu maupun kelompok (komunitas) yang memiliki jiwa kepeloporan dan melakukan inovasi serta perubahan untuk saling berbagi dengan masyarakat sekitar, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili 5 bidang tersebut.
Program SATU Indonesia Awards terdiri dari 2 program unggulan, yaitu 'Kampung Berseri Astra' (KBA) dan 'Desa Sejahtera Astra' (DSA). Melalui kedua program unggulan ini diharapkan mampu berkontribusi dalam pengembangan ekonomi pedesaan berbasis potensi dan produk unggulan desa.
Sejak diadakan, Program SATU Indonesia Awards telah mengeluarkan kandidat-kandidat berprestasi di bidang masing-masing sejumlah 565 penerima dengan rincian: 87 penerima tingkat nasional dan 478 penerima tingkat provinsi. Jumlah ini tersebar di 170 KBA dan 1.060 DSA