Ini 9 Alasan Muhammadiyah Gunakan Metode Hisab dalam Tentukan Awal Bulan Hijriyah

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir
Sumber :
  • viva.co.id

Jabar – Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah berpotensi berbeda antara keputusan Muhammadiyah dengan keputusan pemerintah Republik Indonesia.

Muhammadiyah Usul Hapus Sidang Isbat, kemenag Langsung Respon

Diketahui, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jum'at, 21 April 2023. Sementara pemerintah masih akan melakukan sidang Isbat dengan berpedoman pada hasil rukyatul hilal pada Kamis, 20 April 2023 sore ini.

Memang, Muhammadiyah menetapkan awal bulan Hijriyah dengan menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Sebuah metode perhitungan tentang wujud dan posisi hilal.

Jaga Toleransi, Muhammadiyah Lakukan Pemotongan Hewan Qurban Usai Tanggal 28 Juni 2023

Dikutip dari tvOnenews yang melansir situs resmi Muhammadiyah, diketahui setidaknya ada 9 alasan yang mendasari Muhammadiyah menggunakan metode Hisab.

1. Penggunaan hisab sebagai Spirit Al-Qur'an

Pemerintah Arab Saudi Resmi Tetapkan Hari Raya Idul Adha Jatuh Pada Tanggal 28 Juni

Terdapat dua ayat yang mendorong untuk menggunakan perhitungan atau metode hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan hijriyah, termasuk kapan Hari Raya Idul Fitri.

Pertama, Surat ar-Rahman ayat 5. Pada ayat ini, tidak sekedar memuat informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan.

Kedua, QS. Yunus ayat 5 menyebutkan bahwa menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. 

2. Hadits-hadits yang Memerintahkan Rukyat Mengandung Illat

Menurut Rasyid Ridha dan Musthafa az-Zarqa, perintah rukyat dalam beberapa hadits Nabi SAW merupakan perintah yang mengandung illat atau memiliki alasan hukum, yaitu kondisi umat pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi).

Terlebih pada waktu itu Islam baru berkembang di daratan jazirah Arab, sehingga untuk memudahkan Nabi SAW memerintahkan sarana yang tersedia saat itu, yaitu rukyat.

Dalam keadaan umat Islam yang kini telah tersebar luas, rukyat dianggap tidak dapat mencakup seluruh permukaan bumi saat visibilitas pertama.

3. Rukyat bukan Ibadah, melainkan sarana

Metode rukyat bukan bagian dari ibadah mahdhah, melainkan alat untuk menentukan waktu. Penggunaan rukyat tidak memungkinkan kita meramalkan tanggal jauh hari ke depan karena kepastian tanggal baru diketahui sehari sebelum bulan baru pada setiap bulan.

Sebagai alat, rukyat dapat diubah dengan model penghitungan secara eksak demi tercapainya suatu tujuan.

Dalam hadits Nabi SAW tentang penentuan awal bulan, yang menjadi ibadah mahdhah adalah puasa, bukan rukyat.

4. Rukyat Tak Bisa Digubakan untuk Kalender Unifikasi

Pembuatan Kalender, tentu harus menggunakan perhitungan astromonis. Pasalnya, tidak mungkin menejemen waktu terbuat dari melihat hilal dengan terus menerus.

Akan sangat merepotkan bila pembuatan kalender menggunakan rukyat, karena cakupannya sangat bersifat terbatas pada letak geografis tertentu pada hari pertama visibilitas hilal.  Hal ini dikatakan Muhammadiyah akan berakibat pada berbedanya tanggal hijriyah di berbagai tempat.

5. Rukyat Tak Dapat Ramalkan Tanggal Jauh kd Depan

Penggunaan rukyat tidak dapat menyatukan hari-hari raya Islam di seluruh dunia, serta tidak dapat menata sistem waktu secara prediktif ke masa depan maupun ke masa lalu. 

6. Rukyat Tak Bisa Satukan Bulan Hijriyah Secara Global

Metode rukyat tidak dapat menyatukan seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia.  Misalnya, sebagian bumi sebelah barat telah bisa melihat hilal sehingga akan memulai bulan kamariah baru keesokan harinya, sementara muka bumi sebelah timur pada hari yang sama tidak dapat melihat hilal sehingga memulai bulan kamariah baru lusa. 

Misalnya, sebagian bumi sebelah barat telah bisa melihat hilal sehingga akan memulai bulan kamariah baru keesokan harinya, sementara muka bumi sebelah timur pada hari yang sama tidak dapat melihat hilal sehingga memulai bulan kamariah baru lusa.  Hal ini mengakibatkan tanggal hijriah jatuh berbeda.

Sederhananya, hilal yang terlihat di Indonesia berlaku bagi kawasan Indonesia dan tidak berlaku pada kawasan Afrika.

7. Jangkauan Rukyat Terbatas

Dalam kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi.

Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu bulan masih di bawah ufuk.

Hilal tidak dapat terukyat di seluruh muka bumi pada sore hari yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan memulai awal bulan kamariah baru. 

8. Rukyat Timbulkan Masalah Dalam Pelaksanaan Puasa Arafah

Penggunaan rukyat mengakibatkan tidak dapat menjatuhkan hari Arafah serentak di seluruh dunia sehingga menimbulkan masalah pelaksanaan ibadah puasa Arafah.

Hal itu nantinya akan berdampak kepada kawasan-kawasan yang jauh dari Mekah seperti Indonesia tidak serentaknya jatuh hari Arafah.

9. Hilal Dapat Terhalang Faktor Alam

Hadis Ibn ‘Umar riwayat al-Bukhari dan Muslim di muka yang menyatakan bahwa, “Jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah,” memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan.

Dengan hadits ini artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam (bulan tertutup awan).