Kasus Susanto, Seorang Dokter Gadungan di Surabaya, Bukti IDI Kebobolan?
- Viva.co.id
VIVA Jabar - Masyarakat dihebohkan oleh tindakan dokter gadungan bernama Susanto, yang hanya memiliki latar belakang pendidikan SMA. Selama dua tahun, Susanto berhasil berpraktik sebagai dokter gadungan di sebuah rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur, dan menerima gaji bulanan serta tunjangan.
Tidak hanya terbatas pada kasus di Surabaya, ternyata pada tahun 2006 Susanto juga melakukan tindakan serupa. Ia bahkan pernah berpura-pura menjadi dokter gadungan spesialis kandungan atau OB/GYN, dan bahkan berencana untuk melakukan operasi di sebuah rumah sakit di Kalimantan sebelum akhirnya dihukum.
Insiden ini tak sedikit membuat publik terheran-heran. Bahkan, tak sedikit yang menduga bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah kebobolan. Benarkah?
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Adib Khumaidi, Sp.OT angkat bicara. Menurutnya, proses rekruitmen ini berlangsung secara internal kredensial tanpa melibatkan organisasi profesi.
"Jadi apa yang tadi runtutan cerita beliau ini S mulai dari 2006. 2006 itu regulasi masih baru di UU praktik kedokteran. Dalam proses di UU praktik kedokteran, proses yang berkaitan dengan kredensial di mana memberikan penugasan kepada IDI itu dipertegas dalam Permenkes 205 tahun 2011. Sehingga itu menjadi dasar di setiap proses kredensial atau penerbitan rekomendasi izin praktek itu selalu melibatkan IDI cabang setempat," kata Adib dalam virtual conference, Kamis 14 September 2023.
Diungkap oleh Adib, jika ada seorang dokter yang ingin berpraktek di suatu wilayah atau dokter tersebut mendapatkan penugasan clinical appointment atau clinical privilege, seharusnya dalam proses penerimaan dokter tersebut harus melibatkan organisasi profesi cabang setempat, sehingga bisa mengetahui kredibilitas dari dokter tersebut.
"Pada saat masuk dokter gadungan dia tidak ada proses internal di Ikatan Dokter Indonesia, karena dia bukan dokter. Dia melakukan pemalsuan dokumen, memasukkan dokumen itu dan dia diterima bekerja dalam suatu institusi," kata Adib.
"Sekali lagi apa yang penting peran masyarakat dalam institusi organisasi yaitu Ikatan Dokter Indonesia untuk diberikan peran kredensial. Dan apa yang disampaikan bahwa akhirnya menemukan panjang dari 2006 sampai sekarang karena peran IDI kita bisa menemukan tersangka S," tutup dr Adib.