Ahli Forensik Pastikan Tersangka Kasus Kopi Sianida Adalah Orang Terdekat Mirna

Ahli forensik, Dr. Djaja Surya Atmaja
Sumber :
  • viva.co.id

VIVA Jabar – Kasus kopi sianida yang telah menewaskan Wayan Mirna Salihin kembali menjadi perbincangan hangat di berbagai media pemberitaan. Hal tersebut menyusul dirilisnya film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jesscia Wongso akhir September 2023 lalu.

Balas Dendam, dr. Richard Lee Beli Perusahaan dengan Harga Fantastis

Setelah 7 tahun berlalu, ternyata publik belum bisa diyakinkan dengan bukti kongkret bahwa sahabat Mirna yakni Jessica Kumala Wongso adalah orang yang menaruh racun mematikan sianida ke kopi Mirna.

Di tengah keraguan publik atas kasus tersebut, ahli forensik dr. Djaja Surya Atmaja mengungkapkan bahwa dalam kasus kematian seseorang, keluarga juga perlu diperiksa karena juga berpotensi menjadi tersangka. Tak hanya itu, dr. Djaja bahkan memastikan kalau tersangka dalam kasus kematian Mirna adalah orang paling dekat.

Beragama Kristen, dr. Richard Lee Buat Program Spesial Ramadan

“Tersangka itu pasti orang paling deket, suami, istri, anak dan segala macam, itu kan deket. Jadi gini saya nggak mungkin membunuh kamu kalau saya nggak kenal kamu. Kalau saya bunuh kamu tapi saya nggak kenal kamu itu namanya teroris,” ujar dr. Djaja dilihat dalam YouTube dr Richard Lee, Senin 9 Oktober 2023.

Ada kemungkinan dokter forensik tersebut mencurigai keterlibatan keluarga dalam kasus kopi sianida Mirna, sebab menurutnya pihak keluarga Mirna sempat melarang polisi untuk melakukan autopsi. Djaja menyampaikan pada polisi bahwa autopsi dapat dilakukan meski tanpa persetujuan keluarga, sebab hal ini perlu untuk mencari siapa pelakunya.

Bibir Kartika Putri Jadi Sorotan Saat Bahas dr. Richard Lee

Tidak cukup sampai disitu, menurut dr. Djaja pihak keluarga dapat dipenjara apabila menghalangi pemeriksaan terhadap jenazah dalam rangka mengungkap kebenaran.

“Bahkan didalam KUHP hukum pidana itu ada pasal 222 barang siapa yang berusaha menghalangi pemeriksaan itu (dalam hal ini autopsi) itu bisa dipenjara 9 bulan,” sambungnya.

“Makanya kan waktu itu saya argumen (kepada polisi), pak ini (autopsi) kekuasaan bapak. Kalau bapak bilang autopsi ya kita autopsi, tapi kalau bapak bilang nggak ya-nggak,” tambahnya.

Djaja menyatakan dalam KUHP apabila pihak keluarga tidak setuju dilakukan autopsi, polisi harus meyakininya selama 2x24 jam. Jika melewati waktu tersebut maka tetap harus dilakukan autopsi.

“Kalau keluarga nggak mau, dalam KUHP itu ada pasal berikutnya yaitu polisi berhak meyakinkan pihak keluarga kalau mereka tidak mau, itu ditunggu 2x24 jam,” kata dia.

“Polisi harus menerangkan tapi bukan minta izin, karena mereka (keluarga) termasuk dalam kategori orang-orang yang mau jadi tersangka, makanya kewenangan ada pada polisi,” pungkasnya.