Soal Kasus 'Kopi Sianida', JPU dan Wamenkumham 'Keroyok' dr.Djaja

Jaksa Shandy Handika dan Prof. Edwar Omar Sharif Hiariej
Sumber :
  • intipseleb.com

VIVA Jabar - Kasus 'Kopi Sianida' yang menyeret Jessica Kumala Wongso ke dalam jeruji besi sejak 2016 silam, masih jadi polemik berbagai pihak. Kasus ini kembali mencuat pasca tayangnya Film Dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murger, Coffee and Jessica Wongso' sejak 28 September 2023 lalu.

Nikita Mirzani Tuding Klarifikasi Vadel Badjideh Bohong, Pacar Lolly Disebut Cari Sensasi

Tak sedikit dari publik dan netizen yang menilai adanya kejanggalan atas penetapan terdakwa pada Jessica Wongso. Jessica telah menjalani hukuman selama 7 tahun dari sanksi 20 tahun penjara yang ditetapkan PN Jakpus.

Di balik kehebohan publik terhadap kasus ini, muncul sebuah fakta baru yang disampaikan ahli patologi, forensik dan DNA, asal Universitas Indonesia (UI), dr. Djaja Surya Atmaja soal kandungan sianida di kasus kematian Wayan Mirna Salihin.

16 Pengacara vs 10 JPU, Besok Sidang Perdana Yosep Hidayah Digelar

Dalam keterangannya di sebuah podcast bersama dr. Richard Lee, Djaja sempat menyebutkan bahwa tanda-tanda seseorang terkena racun sianida tidak ditemukan pada jasad Mirna. 

Kasus Pembunuhan Tuti dan Amel Subang, 12 JPU Siap Tuntut Yosep Hidayah

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dr. Djaja merupakan dokter yang bertugas untuk mengawetkan tubuh Mirna Salihin setelah dinyatakan meninggal. Proses pengawetan ini menyusul dengan kegiatan persemayaman jenazah Mirna Salihin di rumah duka RS Dharmais Jakarta. 

Prosesi pengawetan menggunakan formalin itu menjadi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan. Mengingat akan proses pembusukan dan bau yang bisa menggangu sekitar.

Dia juga orang pertama yang menemukan keanehan pada jenazah Mirna. Dimana saat itu dia mendengar ada informasi yang menyebut Mirna Salihin meninggal akibat sianida. 

Kasus

Photo :
  • Screenshot berita VivaNews

dr. Djaja menyebut jenazah Mirna sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda keracunan sianida. Sebab, salah satu ciri atau tanda seseorang keracunan sianida adalah merah ceri pada wajahnya. Namun saat itu dia melihat wajah jenazah Mirna Salihin biru bengkak.  

"Saya periksa, luka-luka tidak ada. Karena ada selentingan sianida saya liat mukanya. Orang keracunan sianida salah satu tanda utamanya adalah bikin merah mukanya lebam merah terang. Ini lebam mayatnya biru semua biru jadi enggak cocok," jelasnya. 

Djaja juga menjelaskan mekanisme respon tubuh terhadap sianida hingga menyebabkan kemerahan pada tubuh. Sianida yang masuk dalam darah akan berikatan dengan enzim pernafasan yang bernama sitorimosiniade. 

Sehingga, kata Djaja, hal itu menyebabkan indra pernafasan orang yang terpapar sianida itu langsung lumpuh hingga meninggal dunia. 

"Sehingga HB O2 yang mestinya dilepas darah ke jaringan untuk memberi oksigen ke jaringan tidak bisa terjadi, tidak lepas oksigennya. Akibatnya HB O2nya tinggi, jadi HBnya banyak itu bisa merah semua. Bukan hanya di muka tapi kalau dibuka semua (merah)," katanya.

Namun demikian, keterangan Djaja dibantah oleh 2 pihak yang terlibat dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Shandy Handika dan Saksi Ahli Hukum Pidana yaitu Prof. Eddy Hiariej.

Diketahui, keduanya, Shandy Handika dan Prof. Eddy Hiariej diundang dalam podcast Denny Sumargo sebagai narasumber, beberapa hari lalu.

Jaksa Shandy Handika dan Prof. Edwar Omar Sharif Hiariej

Photo :
  • intipseleb.com

Shandy menepis keterangan Djaja yang menyatakan bahwa wajah Mirna tidak terlihat merah ceri. Dikatakan Shandy, justru wajah Mirna merah ceri berdasarkan keterangan salah seorang saksi.

"Saya lihat di bekas perkara, ada saksi namanya Amelia. Itu BAP-nya dibacakan, dan dia itu kalau gak salah sebagai dokter atau staf di rumah sakit, melihat bahwa pada saat melihat mayat Mirna, itu mukanya cherry red sebenarnya," kata Shandy kepada Denny Sumargo.

Shandy juga tak menampik jika ada perbedaan kesaksian dari saksi yang dimilikinya dengan dr. Djaja. Menurutnya, ini terjadi karena faktor cahaya. 

"Bisa jadi pencahayaannya berbeda," ujar Shandy.

Tak hanya Shandy, keterangan Djaja pun dibantah oleh Wamenkumham, Prof. Edward Omar Syarif atau Prof Eddy Hiariej. Prof Eddy yang kala itu menjadi saksi ahli hukum pidana dalam persidangan Jessica Wongso mengungkap tentang apa itu saksi ahli. 

Ahli hukum Prof. Edward Omar Sharif Hiarej

Photo :
  • intipseleb.com

"Seorang ahli memberikan keterangan secara garis besar itu ada dua. Ada ahli ketika akan memberikan keterangan itu tidak melakukan apa-apa. Tetapi ada ahli ketika akan memberikan keterangan dia harus melakukan eksperimen, harus melakukan observasi, harus melakukan pemeriksaan," kata dia. 

Berdasarkan hal itu, Prof Eddy mengatakan, seharusnya menanyakan kepada dokter yang langsung menangani jenazah Mirna. Bukan kepada dr. Djaja yang saat itu hanya melakukan pembalseman mayat Mirna.

"Tapi kan Dr Djaja tidak melakukan autopsi. Kalau nilai pembuktian orang tidak melakukan autopsi, lalu dia bicara itu tidak beda dengan orang yang ngomong sembarangan di pinggir jalan," tegasnya