Tak Ikhlas Divonis Mati, Ferdy Sambo: Pembelaan yang Sia-sia
- VIVA/M Ali Wafa
"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," terang Sambo.
Tak hanya itu, adanya framing opini masyarakat dan tekanan dari publik di luar persidangan, lanjut Sambo, telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan mungkin memengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak.
"Termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi. Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita," jelasnya.
Sambo pun mengutip terkait adanya prinsip asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) yang seharusnya ditegakkan sebagaimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), huruf c KUHAP, dan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya," tutur Sambo.
Ferdy Sambo tak ikhlas divonis hukuman mati
Ferdy Sambo mengaku tidak ikhlas dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ferdy Sambo seperti yang dituturkan kuasa hukumnya, tidak terima dengan vonis tersebut.