Sosok Dokter Gigi Aborsi Ribuan Janin: Pasiennya Ada yang SMA, Kuliahan hingga Korban Pemerkosaan

Polda Bali Bongkar Sosok Dokter Gigi yang Aborsi 1.338 Janin
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Baru-bau ini, Indonesia diguncang dengan pemberitaan soal dokter gigi telah melakukan pratik aborsi sebanyak 1.338 janin. Sontak kasus itu pun langsung ditangani Polda Bali hingga membongkar sosok dokter gigi itu.

Akan Lepas Masa Lajang, Mahalini Bakal Jadi Mualaf

Kepolisian Daerah Bali (Polda Bali) menyebutkan bahwa dokter gigi yang melakukan itu bernama I Ketut Arik Wiantara (53). Dan lebih mirisnya lagi, seorang dokter gigi itu merupakan mantan narapidana melakukan tindakan aborsi terhadap 1.338 wanita sejak tahun 2006 sampai 2023.

"Yang bersangkutan beralasan karena pernah melakukan praktik ini, jadi dari mulut ke mulut pasien ini datang dan minta tolong. Alasan yang bersangkutan sendiri karena melihat anak-anak ini masih SMA, kuliah, jadi yang bersangkutan kasihan anak-anak itu masa depannya seperti apa. Niatnya menolong tapi menolong yang salah," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali, AKBP Ranefli Dian Candra saat menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin (15/5/2023).

Rizky Febian dan Mahalini akan Nikah, MUI Tegaskan Nikah Beda Agama Tidak Sah

Sambung Ranefli mengatakan, selain anak-anak SMA dan kuliah, tersangka yang tidak masuk sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini pernah melayani permintaan aborsi dari wanita yang merupakan korban pemerkosaan.

Lanjut Ranefli menjelaskan, perbuatan aborsi ilegal sudah yang ketiga dilakukan oleh tersangka dokter IKAW. Pada tahun 2006, tersangka dokter IKAW telah perbuatan yang pertama dan dipenjara selama 2,5 tahun berdasarkan vonis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar.

Turis di Bali Kembali Berulah di Malam Hari, Netizen Geram

Pada perbuatan kedua, tersangka ditangkap pada 2009 dan dipenjara selama enam tahun. Setelah bebas dari hukuman tersebut, tersangka mengakui melakukan kembali kegiatan tersebut pada 2020.

Menurut keterangan Ranefli tarif untuk setiap pasien rata-rata Rp3,8 juta dan praktik ilegal tersebut dilakukan tersangka di kediamannya di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

"Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 Minggu yang datang ke praktik tersebut. Jadi, itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset," bebernya.

Dari pemeriksaan penyidik, kata Ranefli yang bersangkutan beralasan melakukan aborsi karena mendapat permintaan dari pasien.

Sebelum melakukan tindakan aborsi, tersangka terlebih dahulu memeriksa kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian kepada pasien karena menurut pengakuan tersangka, ada pasien yang meninggal dunia pada waktu dilakukan aborsi. Karena kematian pasien itulah, tersangka ditangkap pada tahun 2009.

"Sebelum operasi sudah melakukan konsultasi periksa kesehatan, termasuk dicek orok atau janinnya itu. Konsultasi, datang, melihat kondisi pasiennya. Kalau sudah besar (kandungan) tidak berani katanya. Karena pengalamannya yang kedua ditangkap, ada pasien yang meninggal. Sehingga dia berhati-hati," kata Wadirkrimsus Polda Bali Ranefli.

Menurut keterangan Ranefli, tindakan aborsi tersebut dilakukan tersangka dalam waktu lima menit setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pasien.

Tersangka dokter IKAW ditangkap setelah Satuan Reserse Kriminal Polda Bali mendapatkan informasi berawal dari adanya iklan di salah satu web terkait adanya praktik aborsi oleh dokter inisial A yang berlokasi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.

Setelah dilakukan pengintaian, akhirnya pada Senin 8 Mei 2023 pukul 21.30 WITA, penyelidik menggrebek lokasi tersebut dan mendapati dokter A ini baru saja melaksanakan praktik aborsi.

"Dalam kegiatannya yang bersangkutan dibantu oleh pembantunya yang bertugas sebagai pembersih," kata Ranefli.

Saat ini, tersangka IKAW ditahan di rumah tahanan Polda Bali dengan ancaman hukuman berlapis karena melanggar Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.