Pemindahan Pulau Aceh ke Sumut: Kebijakan yang Memicu Gejolak
- Istimewa
VIVA Jabar – Kementerian Dalam Negeri yang tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 untuk memindahkan administrasi empat pulau Lipan, Panjang, Mangkir Ketek, dan Mangkir Gadang dari wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara telah memicu gelombang protes dan aksi pendudukan oleh warga Aceh Singkil. Publik kini menuntut Presiden Prabowo Subianto membatalkan kebijakan tersebut.
Sejak terbitnya keputusan pada 12 Juni 2025, warga Aceh Singkil melakukan aksi pendudukan di pulau-pulau yang bersengketa. Nelayan setempat memblokir akses kapal patroli dan memasang bendera “Merah Putih Aceh” di bibir pantai sebagai simbol perlawanan atas apa yang mereka sebut “pencaplokan administratif.” Di media sosial, tagar #AcehBukanSumut menggema, menuntut pemerintah pusat menghormati otonomi khusus Aceh.
Wacana dugaan kepentingan bisnis minyak dan gas ikut memperkeruh situasi. Anggota DPR Muslim Ayub menyebut adanya rencana investasi Uni Emirat Arab di blok migas perairan Singkil, meski Kemendagri menegaskan keputusan ini murni hasil verifikasi geografis sejak 2008. Publik menilai klaim tersebut mengaburkan motif politik dan ekonomi di balik kebijakan.
Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, mengecam kebijakan ini karena membebani nelayan Aceh dengan biaya izin yang diatur Pemprov Sumut hingga 30 persen lebih tinggi daripada sebelumnya. “Rata‑rata nelayan harus menambah biaya administrasi Rp 150.000 per trip, yang merusak daya saing produk perikanan Aceh,” ujarnya kepada awak media, Senin (16/6/2025).
Ia mendesak audit independen atas proses verifikasi batas wilayah. Romadhon juga menyatakan titik temu dengan pandangan Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara, yang menilai pemindahan ini “tidak urgen” dan berpotensi memicu konflik antardaerah.
Menurut Romadhon, walaupun pembaruan administrasi diperlukan untuk efektivitas layanan, urgensi kebijakan harus dikaji bersama semua pemangku kepentingan sebelum diimplementasikan.
Gubernur Sumut Bobby Nasution membantah tuduhan “pencaplokan” dan mengusulkan dialog lintas provinsi untuk meredam ketegangan. Sementara itu, Gubernur Aceh mempertahankan bahwa keempat pulau tersebut secara historis berada di bawah Aceh Singkil. Kemenko Polhukam akan memfasilitasi pertemuan antar-gubernur untuk menghasilkan rekomendasi bersama.