Warna Merah yang Keluar saat Bekam Ternyata Bukan Darah Kotor
VIVA Jabar – Pengobatan bekam menjadi salah satu pengobatan yang sudah tidak asing di telinga umat muslim. Pengobatan sunah Rasul ini disebut-sebut mampu memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.
Lantas seperti apa bekam dan bagaimana metode bekam yang tepat? Praktisi ahli bekam, dr. Adiasari, angkat bicara. Dia menjelaskan bekam adalah sebuah teknik atau terapi tradisIonal yang menggunakan teknik penyedotan.
"Bekam sudah ada sejak dahulu bahkan sebelum zaman Rasulullah sudah ada. Intinya ilmu bekam mulai berkembang. Penelitian juga menyebut bekam ada khasiatnya," kata dia dalam program Hidup Sehat Tv One bersama dr. Eklas, Jumat 16 Juni 2023.
Lebih lanjut, diungkap Adiasari ada beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat ketika ingin melakukan terapi bekam. Mulai dari istirahat yang cukup hingga sudah mengonsumsi makanan sebelum melakukan terapi bekam. Namun perlu diperhatikan, Aida mengungkap tidak semua orang boleh melakukan pembekaman.
"Tidak semua orang bisa dibekam ada kontraindikasi besar atau orang yang tidak diperbolehkan, orang dengan tekanan darah rendah di bawah 90/70 tidak diperbolehkan karena ditakutkan hipoglikemik atau kurangnya aliran darah yang ada di dalam tubuh," katanya.
Selain itu, orang yang memiliki hipertensi malignan atau orang yang memiliki tekanan di atas 180/110 karena kekhawatirannya pembuluh darah dengan tensi yang tinggi cepat untuk merusak pembuluh darah sehingga untuk amannya tidak boleh dilakukan pembekaman. Orang dengan kadar gula tinggi atau orang dengan riwayat diabetes militus yang sudah memiliki gejala neuropati seperti kesemutan juga tidak boleh melakukan bekam.
"Orang dengan anemia secara penelitian ada hasilnya meningkatkan Hb karena dapat merangsang sel darah merah, memang harus ada minimal Hbnya," ujarnya.
Sementara itu, bagi terapis pembekaman juga harus mengetahui titik-titik mana saja yang boleh dan tidak boleh untuk dibekam.
"Titik yang boleh dibekam itu di area punggung di daerah tengkuk, belikat, pinggang. titik tidak boleh di daerah siku, daerah lipatan, lubang alamiah, nadi besar, di daerah yang bengkak, daerah sendi khawatir yang terambil cairan sendi. Daerah dengan peradangan tidak diperbolehkan ditakutkan infeksi melakukan bekam jadi tinggi," ujarnya.
Di sisi lain, Aida juga menjelaskan tentang persepsi di masyarakat terkait dengan darah yang keluar saat prosesi pembekaman. Dia menyebut darah yang keluar bukanlah darah kotor seperti persepsi selama ini.
"Yang dikeluarkan katanya darah kotor padahal pada pembekaman darah yang diambil adalah cairan antar sel. semua hasil metabolisme gula, kolesterol, asam uratnya. kenapa dibekam cairan merah dari sel merah yang sudah tua mudah pecah pada saat pembekaman," jelas dia.
Sementara itu, Aida juga mengungkap terapi pembekaman ini bisa dilakukan kapan saja. Namun cukup dilakukan dengan jeda waktu tiga minggu sekali.
"Kapan saja boleh berbekam. Ada sunah dilakukan di tengah bulan itu ada tiga hari boleh dilakukan di antara tanggal sunah itu, selama tidak ada kontraindikasi. Berapa lamanya tiga minggu sekali saja karena tidak boleh pengeluaran darah sering dan banyak bisa efek tensi rendah, lemas,” ujarnya.