Ironis! Bawaslu di 514 Kab./kota Mengalami Kekosongan Jabatan
- Berbagai Sumber
VIVA Jabar - Baru terjadi dalam sejarah selama perjalanan kelembagaan bawaslu di indonesia ada kekosongan jabatan Bawaslu kabupaten dan kota yang cukup massif di seluruh indonesia yakni di 514 kabupaten/kota.
Masa jabatan bawaslu di 514 kabupaten/kota tersebut pada tanggal 14 agustus 2023, sedangkan di 514 tersebut sampai saat ini belum dilantik, bahkan diumumkanmun belum.
Bahkan melalui surat dengan tegas menyatakan pelantikan bawaslu di 514 kabupaten/kota tersebut akan dilaksanakan tanggal 16-20 Agustus 2023.
Menurut pengamat politik, Yustifriadi, Hal ini jelas akan berdampak pada banyak hal :
Pertama, ada tahapan yang tidak diawasi.
Sama-sama kita ketahui tabggal 18 agustus 2023 merupakan tahapan penetapan Daftar Calon Sementara (DCS). Tahapan ini sangat penting karena menyangkut hal politik rakyat, namun bisa dipastikan kebijakan bawaslu RI mengosongkan kehadiran pengawasan di sebagian besar Kabupaten/kota.
Bagaimana bisa bawaslu tidak hadir dalam salah satu tahapan pemilu, padahal tugas bawaslu mengawasi seluruh tahapan pemilu.
Kedua, mengabaikan prinsip penyelenggaraan pemilu.
Diantara prinsip penyelenggaran pemilu adalah berkepastian hukum, tertib dan profesional. Prinsip-prinsip tersebut tertulis jelas pada pasal 3 UU No. 7 tahun 2017. Sehingga bagaimana kepastian hukumnya jika 514 bawaslu di Kabuoaten/kota kosong, sudah bisa dipastikan Bawaslu RI tidak profesional dalam menata dan menguatkan peran kelembagaannya. Termasuk tidak tertib dalam mentaati dan menepati aturan dan ketentuan yang berlaku.
Ketiga, mempertegas persepsi politisasi dalam rekrutmen Bawaslu di Kabupaten/kota.
Tidak ada penjelasan yang logis kenapa sampai saat ini hasil seleksi bawaslu Kabupaten/kota belum juga diumumkan. Selain ketidak mampuan bawaslu RI dalam mengelola lembaganya sendiri, sangat mungkin adanya politisasi dalam penentuan bawaslu di 514 Kabupaten/kota tersebut.
Intervensi partai politik sudah sering kali menjadi isu, pesanan dari pusat menjadi perbincangan di berbagi pelosok negeri. Dengan kekosongan jabatan ini semakin memperkuat kebenaran isu tersebut, dimana tarik-tarikan kepentingan antar Bawaslu RI terlihat jelas.
Keempat, mempertegas kelemahan kinerja kelembagaan bawaslu RI.
Ketidakpercayaan terhadap lembaga bawaslu untuk bisa mengawasi dan menegakan hukum pada penyelenggaran pemilu sudah banyak diperbincangkan. Bukti yang sangat jelas adalah publik tidak diberikan informasi yang cukup dari hasil pengawasan bawaslu pada setiap tahapan pemilu.
Begitupun penegakan hukumnya, masyarakat banyak yang memandang pelanggaran pada tahapan pemilu sampai saat ini disinyalir sangat banyak, namun sampai saat ini tidak banyak yang menjadikannya temuan bawaslu RI.
Akhirnya bisa dipahami, jangankan menguatkan peran pengawasan dan penegakan hukum, menanta dan mengeloka lembaganya sendiri saja tidak mempunyai kemampuan.
Dengan empat faktor di atas, publik bisa berharap apa ke lembaga bawaslu untuk mengelola lembaganya dengan berintegritas dan profesional.
Kang Yus sapaan akrabnya, ia merasakan dengan fenomena buruk kekosongan jabatan bawaslu di 514 kabupaten/kota, sudah layak bawaslu "mengibarkan bendera putih" sebagai tanda ketidakmampuannya bekerja sesuai amanat undang-undang.
Kang Yus berharap kepada komisi II memberikan attensi khusus dalam fenomena ini, jangan sampai mentang-mentang Bawaslu "petugas komisi II" pada akhinya komisi II tutup mata atas ketidakmapuan Bawaslu RI.
Begitupun kepada presiden yang memberikan Surat Keputusan terhada Bawaslu RI untuk ikut bertanggungjawab atas kondisi ini.
Jangan sampai negara memberikan anggaran sangat fantastis kepada bawaslu namun tidak ada hasil signifikan, bahkan mengelola lembaganya sendiri tidak mamlu. Padahal sama-sam kita tahu, tahapan ke depan, terutama tahapan kampaye dan pungut hitung merupakan tahapan yang sangat kompleks dan berat.