Kejagung Tegaskan Pacar Mario Dandy Juga Tak Layak Dapat Restorative Justice
- viva.co.id
Jabar – Perbuatan Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas terhadap Cristalino David Ozora dinilai sangat keji. Pasalnya, penganiayaan yang dilakukan anak mantan pejabat Ditjen Pajak itu merupakan tindak pidana berat.
Oleh sebab itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa peluang untuk menempuh jalan Restorative Justice (RJ) jelas tertutup bagi Mario Dandy dan Shane Lukas.
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung mengatakan peluang Restorative Justice untuk kedua tersangka itu tertutup. Alasannya, karena ancaman hukuman terhadap Mario Dandy dan Shane Lukas melebihi batas yang ditentukan dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia nomor 15 tahun 2020.
"Dalam kasus penganiayaan terhadap korban Cristalino David Ozora, secara tegas disampaikan bahwa tersangka MDS (Mario Dandy Satriyo) dan Tersangka SL (Shane Lukas) tidak layak mendapatkan restorative justice," kata Ketut dalam keterangannya, Minggu, 19 Maret 2023.
"Perbuatan yang dilakukan tersangka juga sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat. Sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku," sambungnya.
Jalan restorative justice juga ditegaskan oleh Ketut tertutup untuk pacar Mario Dandy yakni AG. Meski diketahui AG terhitung anak di bawah umur.
Kendati demikian, menurut Ketut, AG masih bisa menempuh jalan lain yaitu Diversi selaku anak di bawah umur.
Pun, menurut Ketut, upaya Diversi tersebut hanya bisa dilakukan apabila pihak korban bersedia memberi maaf terhadap AG. Kalaupun tidak ada maaf, maka Diversi tidak dapat dilakukan.
"Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan," pungkas Ketut.
Pernyataan Ketut Sumedana itu, Senada dengan bunyi siaran Pers Kejagung nomor PR-380/088/K.3/Kph.3/03/2023.
"Terkait dengan pelaku anak AG (anak berkonflik dengan hukum), undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan Aparat Penegak Hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice. Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan." tulis siaran Pers Kajagung.