Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres Akan Dibacakan Besok oleh MK, Ini Analisa Pengamat Politik

Analis Politik, Yusfitriadi (Founder Visi Nusantara Maju)
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar - Batas usia persyaratan pencalonan Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) menjadi perdebatan bahkan tengah digugat oleh sebagian elit politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Berangkat dari gugatan itu, Analis Politik yang juga Founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi ikut angkat bicara. Ia membaca dinamika perpolitikan Tanah Air menjelang perhelatan pemilu 2024 akan semakin memanas. 

Terkait gugatan soal batas usia pencalonan Capres dan Cawapres di ajang Pilpres 2024 mendatang, menurut Kang Yus, sapaannya, tak sedikit elit politik yang berpersepsi bahwa gugatan itu berpotensi kuat akan dikabulkan oleh MK. 

"Walaupun MK disebut-sebut baru akan membacakan putusan gugatan batas minimal usia persyaratan calon presiden dan wakil presiden tanggal besok (16 Oktober 2023), namun banyak pihak berpersepsi, bahwa MK akan mengabulkannya," ujar Kang Yus dalam keterangan tertulis kepada Kantor Berita Jabar.viva.co.id, Ahad (15/10/2023).

Akan tetapi, lanjutnya, di balik persepsi yang berkembang itu, tidak sedikit pula elemen anak bangsa dari berbagai elemen yang meminta MK untuk tidak mengabulkannya. 

"Memang menurut pandangan saya, dampak dari putusan MK jika mengabulkan gugatan tersebut tidak hanya berdampak pada eskalasi dan peta politik menjelang pemilu 2024. Namun dampaknya bisa lebih mengerikan dari hanya sekedar itu," ujar Kang Yus 

Kang Yus menjelaskan, ada beberapa dampak politik yang dapat dianalisis dari dinamika percaturan perhelatan pemilu mendatang, bila MK mengabulkan gugatan tersebut.

"Pertama, Mempertegas Bangunan Dinasti Politik oleh Jokowi. Indikasi jokowi membangun dinasti Politik sudah terlihat ketika boby nasution dan gibran menjadi kepala daerah. Kemudian disusul dengan melantik ketua MK Anwar Usman yang merupakan iparnya," sebutnya 

Dikatakannya, dalam fenomena itu sebetulnya sudah jelas bagaimana jokowi sedang membangun dinasty kekuasan. Sehingga jika MK mengabulkan gugatan persyaratan minimal usia calon presiden dan wakil presiden, semakin mempertegas dan sulit dibantah bahwa Jokowi sedang membangun dinasti kekuasaan. 

"Bisa dipastikan jokowi lah presiden terpilih pasca reformasi yang terlihat jelas secara kasat mata membangun dinasti kekuasaan. Padahal kita faham nepotisme merupakan salah satu tuntutan reformasi untuk dihilangkan," terangnya. 

Kang Yus melanjutkan, dengan kondisi ini, tidaklah berlebihan jika jokowi merupakan presiden yang tidak mengemban amanat reformasi. 

"Kedua, pengkhianatan reformasi secara berjama'ah. Ketika MK mengabulkan gugatan syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden, maka Gibran yang merupakan anaknya presiden jokowi berpotensi besar menjadi calon wakil presiden, baik berpasangan dengan ganjar maupun dengan prabowo," sebut Kang Yus.

Argumen yang dibangun, menurut Kang Yus, bahwa tidak sedikit partai politik yang berdiri pascareformasi dan politisi yang berlatarbelakang aktifis 98 mendorong ke arah terciptanya bangunan dinasti kekuasaan tersebut. 

"Dengan melupakan perjuangan yang berdarah-darah. Dengan heroik menjatuhkan Soeharto diantaranya dengan alasan menumbuhsuburkan korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN)," imbuhnya 

Kang Yus menambahkan, berikutnya yang ketiga, dimana eskalasi politik akan semakin panas. Ketika MK mengabulkan gugatan tersebut, dan Gibran menerima pinangan calon wakil presiden, tentu saja eskalasi politik akan semakin memanas.  Tidak hanya diantara kontestan pemilu 2024, namun juga panasnya eskalasi tersebut akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. 

Analis Politik, Yusfitriadi (Founder Visi Nusantara Maju)

Photo :
  • Istimewa

"Lembaga negara mana yang masih bisa dipercaya, MK sudah jadi alat kekuasaan, korupsi terjadi besar-besaran di kementerian, KPK yang seharusnya menjadi penegak hukum anti korupsi malah terindikasi masuk ke dalam 'lingkaran setan' perilaku korupsi," ucap Kang Yus 

Dan keempat, Ia menilai puncak dari eskalasi politik dinasti ini yang mengkhawatirkan ialah akan terjadi 'perang terbuka' antara Megawati dengan PDIP versi Jokowi. Keduanya saling berhadapan dengan kekuatan politik yang diendorse oleh masing-masing kubu, baik Megawati maupun Jokowi.

"Sudah sangat santer disebut-sebut gugatan syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah upaya menyiapkan karpet merah untuk Gibran menjadi calon wakil presiden. Jika gibran menerima pinangan Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi prabowo sebagai calon presiden, maka bukan sekedar memanasnya eskalasi, namun jauh lebih dahsyat dari itu. Dimana akan terjadi 'perang terbuka' antara Megawati dan PDIP nya dengan Jokowi dan Kekuatan Politik yang diendorsenya," kata Kang Yus.

Ia menduga, perang terbuka ini akan menimbulkan kegaduhan politik yang mampu mempengaruhi kondisi masyarakat menjelang pemilu 2024. Dan sudah bisa dipastikan jalannya proses pemilu akan banyak diwarnai dengan suhu yang panas di semua lapisan masyarakat. 

Sehingga, kata Dia, sulit untuk mengatasi masalah ini selain MK tidak mengabulkan gugatan syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden. Sebab, andaipun MK mau mengabulkan, tentu akan ada opsi lain yaitu dengan 'klausul' mulai berlaku pada pemilu 2029. 

"Yang lebih elegan, jikapun MK mengabulkan dan memberlakukan putusannya untuk pemilu 2024, maka gibran menolak pinangan calon presiden dan koalisi manapun untuk menjadi calon wakil presiden. Nampak ini sikap gibran yang paling elegan dan secara politis, akan mendapatkan simpati rakyat sebagai investasi politik gibran ke depan," demikian Kang Yus.