Apindo Jabar Nilai Pengesahan RUU KIA Berpotensi Menambah Beban di Dunia Usaha

Ning Wahyu Astutik
Sumber :
  • Istimewa

  1. APINDO Jabar mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Hal ini sejalan dengan program APINDO Nasional dalam berpatisipasi menurunkan prevalensi stunting.
  2. Pengusaha memerlukan kejelasan mengenai indikator “kondisi khusus” yang tertera pada Undang-Undang tersebut agar tidak multitafsir dalam penerapannya, termasuk di dalamnya pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi Ibu hamil atau melahirkan.
  3. UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha, khususnya yang masih dalam skala kecil, di mana perusahaan diwajibkan untuk membayarkan gaji pekerja yang cuti hamil secara penuh di empat bulan pertama kemudian 75% gaji untuk bulan kelima dan keenam. Selain itu, perusahaan mungkin perlu merekrut dan melatih pekerja baru untuk menggantikan pekerja yang sedang cuti, yang dapat menimbulkan biaya tambahan.
  4. APINDO Jabar berpandangan bahwa UU KIA FHKP dapat berdampak pada produktivitas tenaga kerja, baik nasional maupun di Jabar. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas di mana berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara. Sedangkan secara nasional, berdasarkan data BPS tingkat produktivitas Jabar pada 2022 sangat rendah, yakni peringkat ke-22 dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) Jabar juga masih rendah, di mana pada 2023 TPAK Perempuan 47,98% yang jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 84,63%. Disahkannya Undang-Undang ini dikhawatirkan memperkecil kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dikarenakan dapat menurunkan tingkat produktivitas pada perusahaan.
  5. APINDO Jabar berpandangan bahwa dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha sehingga tetap tercipta perlindungan pekerja perempuan dan juga keberlangsungan dunia usaha, serta kebijakan mengenai cuti hamil / melahirkan yang sudah disepakati di dalam Peraturan Perusahaan (PP) / Peraturan Kerja Bersama (PKB) di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum diubah.