Rasio Ekspor UMKM di Indonesia Minim, Kalah sama Malaysia Thailand
VIVAJabar – Kolaborasi dan pembinaan SDM menjadi kunci untuk meningkatkan rasio kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional. Sinergi antara pemerintah dan swasta seperti yang dilakukan oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) sangat relevan untuk meningkatkan ekspor UMKM.
Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga di ASEAN. Rasio kontribusi UMKM terhadap ekspor Indonesia baru sekitar 15,7%, lebih rendah dibandingkan Thailand 28,7%, Vietnam 20% dan Malaysia 17,3%.
Padahal, Indonesia menempati posisi pertama dalam hal jumlah pelaku UMKM yakni mencapai sekitar 66 juta pada akhir 2023. UMKM juga menjadi tulang punggung perekonomian nasional berkat kontribusi 60,51% terhadap PDB nasional dan menyerap hampir 97% tenaga kerja nasional.
Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan bahwa UMKM menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah ingin jumlah dan kualitas UMKM nasional terus meningkat setiap tahun. Untuk itu pemerintah telah menghadirkan sejumlah insentif aturan seperti kemudahan berusaha untuk membantu UMKM. Menurutnya, kemitraan antara stakeholder seperti pemerintah, Kadin dan swasta khususnya Sampoerna sangat penting untuk mengakselerasi kapasitas UMKM hingga bisa ekspor.
"UMKM juga harus tidak boleh berhenti belajar. Kemauannya harus kuat dan mari manfaatkan berbagai insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM kita," ujarnya.
Musdhalifah menuturkan hal itu ketika menjadi pembicara pada sesi kedua ajang "Pesta Rakyat UMKM Untuk Indonesia" di Jakarta, Senin (22/7/2024). Sesi kedua itu mengangkat tema "Penguatan Produktivitas dan Daya Saing UMKM untuk Meningkatkan Ekspor Nasional."
Sejalan dengan rasio kontribusi UMKM terhadap ekspor yang rendah, tambah Musdhalifah, jumlah UMKM yang terlibat dalam supply-chain global juga sangat kecil yakni hanya 4%. Rasio itu jauh tertinggal dibandingkan Malaysia yang sudah mencapai 46% ataupun Vietnam 26%.
Menurutnya, agar UMKM bisa menjadi bagian dari rantai pasok global, sejumlah pekerjaan harus dibereskan seperti standarisasi produk, kualitas dan kuantitas. Pendampingan seperti yang dilakukan Sampoerna dan perusahaan swasta lainnya perlu terus dikuatkan.
"UMKM dapat memanfaatkan berbagai upaya pemerintah, [pendampingan dari] Sampoerna dan lainnya yang ada untuk meningkatkan daya saing," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengatakan bahwa pemerintah memiliki sejumlah Free Trade Agreement (FTA) yang dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh perusahaan besar tapi juga UMKM.
Kemenperin, katanya, memiliki sejumlah Sentra IKM yang hadir untuk membina pelaku usaha yang memiliki lini usaha sejenis. Dalam pendampingan IKM itu Kemenperin bekerja sama dengan pelaku usaha termasuk Sampoerna.
"Yang tidak kalah penting ialah pelaku IKM-nya mau naik kelas. Banyak IKM sebelumnya cukup puas dengan hasil saat ini. Namun, saat ini banyak juga yang melakukan ekspor sehingga memotivasi IKM lainnya," paparnya.
Strategi Kadin dan Sampoerna
Wakil Ketua Umum Bidang Kewirausahaan Kadin Indonesia, Aldi Haryopratomo mengatakan terdapat dua cara yang dapat digunakan agar UMKM bisa ekspor.
Pertama, UMKM dapat bermitra dengan perusahaan besar sebagai bagian dari rantai pasok global.
Kedua, lanjut Aldi, bagi usaha level menengah yang siap dapat langsung bermitra dengan perusahaan di luar negeri atau open loop. Pelaku usaha dari Jepang misalnya ternyata ingin bekerja sama dengan pelaku usaha dari Indonesia.
Kadin, lanjutnya, telah dan terus berupaya menghubungkan UMKM nasional dengan mitra di Jepang melalui Japan External Trade Organization (Jetro).
Untuk mengatasi tantangan bahasa dan regulasi, Kadin telah meluncurkan Wikiexport sebagai suatu platform online yang membantu UMKM untuk mengetahui berbagai cara dan aturan ekspor ke Jepang.
Lewat Wikiexport, Kadin memberikan informasi perihal produk hingga berbagai aturan untuk ekspor, sementara Jetro melakukan hal serupa dari sisi aturan dan pelaku UMKM Negeri Sakura. Ke depan, pola kerja sama yang dimulai dengan Jepang ini diharapkan dapat dilakukan untuk negara lain.
“Lewat Wikiexport ini, 9 perusahaan sudah berhasil melakukan ekspor. Kami ingin lebih banyak lagi yang melakukan ekspor. Kami coba menggunakan AI sehingga bisa masuk ke chatbox. Pelaku UMKM bisa tanya dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti,” jelasnya.
Direktur Sampoerna Elvira Lianita mengatakan, lewat Wikiexport, terdapat dua UMKM binaan Sampoerna yang telah melakukan ekspor ke Jepang yakni Shiroshima Handmade dan House of Tea. Banyak UMKM binaan Sampoerna lainnya juga telah melakukan ekspor ke berbagai negara.
Sampoerna, katanya, berkontribusi pada sisi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku UMKM. Di bawah Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia”, Sampoerna memiliki dua program pembinaan dan pendampingan UMKM yakni yakni Sampoerna Retail Community (SRC) dan Sampoerna Entrepreneur Training Center (SETC).
SRC yang didirikan sejak 2008 merupakan pembinaan dan pendampingan bagi para pemilik toko kelontong. Tujuan program SRC ialah untuk membuat toko kelontong lebih menarik, meningkatkan literasi keuangan pelaku usaha dan membantu digitalisasi toko kelontong lewat Ayo by SRC.
“SETC itu pusat pelatihan kewirausahaan Sampoerna yang berdiri sejak 2007, didukung fasilitas pelatihan di atas lahan seluas 27 hektare di Pasuruan. Awalnya diperuntukan bagi masyarakat sekitar pabrik. Namun, seiring waktu, SETC telah menjangkau puluhan ribu pelaku UMKM dari seluruh Indonesia,” katanya.
Lewat SRC, katanya, Sampoerna telah mendampingi sebanyak 250.000 toko kelontong, sementara SETC telah melatih lebih dari 72.000 pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Sampoerna juga memfasilitasi pelaku UMKM untuk terhubung dengan pembiayaan untuk mengembangkan usaha.
“Komitmen kami ini karena Sampoerna, yang saat ini berusia 111 tahun, dimulai dari UMKM. Keberhasilan UMKM untuk naik kelas dan ekspor bisa terlaksana karena ada kolaborasi kuat antara pelaku usaha, kementerian, asosiasi. Kuncinya kolaborasi atau gotong-royong untuk membantu UMKM,” imbuhnya. *****