Pakan Mahal, Ratusan Pembudidaya Air Payau di Subang Gulung Tikar

Pembudidaya Udang Vaname.
Sumber :

 

 

Jabar, VIVA - Akibat harga pakan mahal, ratusan pembudi daya air payau yang memproduksi udang vaname, windu, ikan bandeng mengalami kebangkrutan.

Berkisar di harga Rp300-400 Ribu per 25 kilo gram untuk pakan pelet, banyak pembudidaya yang mengeluh karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.

"Pembudidaya air payau di kita ada 3000-an. 20 persennya terpaksa gulung tikar karena harga pakan yang mahal," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Dr.Hendrawan saat ditemui Viva Jabar, Jumat (13/9).

Melihat potensi lahan di Kabupaten Subang, Hendrawan menyatakan banyak masyarakat menjadi pembudidaya air payau. Namun akibat pakan yang mahal saat ini, para pembudidaya beralih menjadi pembudidaya tradisional.

Menurut dia, dengan budidaya air payau secara tradisional, pembudidaya tidak harus memerlukan pakan pelet. Karena tersedia plankton dan biota lainnya.

"Saat ini ada 600 pembudidaya air payau yang gulung tikar beralih menjadi pembudidaya tradisional," ungkap Hendrawan.

Fungsional Bidang Air Payau Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Agus Darojat mengatakan, pihaknya sudah lama mengusulkan bantuan pakan pelet ke Kementerian namun hingga saat ini belum terealisasi.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada pembudidaya air payau agar membuat pakan dengan bahan-bahan alami (tumbuhan). Sehingga beban untuk harga pakan pelet yang mahal bisa ditekan.

"Itu salah satu alternatif ya, bisa dengan membuat pakan secara alami," ujarnya.

Agus menambahkan, gulung tikarnya para pembudidaya air payau dikarenakan harga pakan yang mahal, tak berdampak terhadap harga jual udang, ikan bandeng, dan lainnya.

"Ketika dijual harganya tak mengalami kenaikan, itulah sebabnya mereka gulung tikar," pungkasnya

 

 

Jabar, VIVA - Akibat harga pakan mahal, ratusan pembudi daya air payau yang memproduksi udang vaname, windu, ikan bandeng mengalami kebangkrutan.

Berkisar di harga Rp300-400 Ribu per 25 kilo gram untuk pakan pelet, banyak pembudidaya yang mengeluh karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.

"Pembudidaya air payau di kita ada 3000-an. 20 persennya terpaksa gulung tikar karena harga pakan yang mahal," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Dr.Hendrawan saat ditemui Viva Jabar, Jumat (13/9).

Melihat potensi lahan di Kabupaten Subang, Hendrawan menyatakan banyak masyarakat menjadi pembudidaya air payau. Namun akibat pakan yang mahal saat ini, para pembudidaya beralih menjadi pembudidaya tradisional.

Menurut dia, dengan budidaya air payau secara tradisional, pembudidaya tidak harus memerlukan pakan pelet. Karena tersedia plankton dan biota lainnya.

"Saat ini ada 600 pembudidaya air payau yang gulung tikar beralih menjadi pembudidaya tradisional," ungkap Hendrawan.

Fungsional Bidang Air Payau Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Agus Darojat mengatakan, pihaknya sudah lama mengusulkan bantuan pakan pelet ke Kementerian namun hingga saat ini belum terealisasi.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada pembudidaya air payau agar membuat pakan dengan bahan-bahan alami (tumbuhan). Sehingga beban untuk harga pakan pelet yang mahal bisa ditekan.

"Itu salah satu alternatif ya, bisa dengan membuat pakan secara alami," ujarnya.

Agus menambahkan, gulung tikarnya para pembudidaya air payau dikarenakan harga pakan yang mahal, tak berdampak terhadap harga jual udang, ikan bandeng, dan lainnya.

"Ketika dijual harganya tak mengalami kenaikan, itulah sebabnya mereka gulung tikar," pungkasnya