Terdakwa Kasus Korupsi Tol Cisumdawu Singgung Soal Aliran Dana Rp329 Miliar
- Viva.co.id
VIVAJabar – Lima terdakwa dugaan kasus korupsi proyek Tol Cisumdawu, Sumedang singgung soal aliran dana Rp329 Miliar.
Diketahui, sidang kasus ini kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Kamis, 9 Januari 2025.
Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum dari pihak terdakwa Dadan Setiadi secara bergantian membacakan pledoi yang dipimpin oleh Jainal Riko Frans Tampubolon.
Dalam pledoi tersebut, secara tegas mereka menolak seluruh dakwaan serta tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menilai adanya unsur korupsi dalam proyek tersebut.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Panji Surono, tim kuasa hukum menilai dakwaan JPU terdapat banyak kesalahan, baik dalam analisis fakta maupun penerapan hukumnya.
Pledoi
Ketua tim kuasa hukum, Jainal Riko Frans Tampubolon, SH, memulai pembacaan pledoinya dengan menyatakan dakwaan JPU tidak memenuhi unsur pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Berikut adalah poin-poin utama dalam pledoi:
1. Unsur "Setiap Orang" Tidak Terpenuhi
Tim kuasa hukum menilai terdapat inkonsistensi pada dakwaan terhadap status hukum Dadan sebagai pribadi dan direktur PT Pariwisata Raya.
"Penuntut umum keliru dalam menafsirkan unsur 'setiap orang' dengan mencampur subjek hukum manusia dan korporasi, sehingga dakwaan ini cacat secara hukum," ujar Tampubolon.
2. Unsur "Melawan Hukum" Tidak Terbukti
Dilihat dari fakta persidangan, pengadaan tanah dilakukan sesuai prosedur, termasuk melalui Surat Keputusan Gubernur dan izin lokasi yang sah.
"Tidak ada pelanggaran hukum dalam proses peralihan hak atas tanah sebelum penetapan nilai ganti rugi. Semua dilakukan sesuai aturan," tegasnya.
3. Unsur "Memperkaya Diri Sendiri" Tidak Ada Bukti
Selain itu, unsur pidana memperkaya diri sendiri terhadap Dadan sama sekali tidak terbukti. Pasalnya, uang ganti rugi tersebut masih dititipkan di Pengadilan Negeri Sumedang.
"Tidak ada satu pun bukti bahwa Dadan menerima uang tersebut atau hidup mewah seperti yang dituduhkan. Justru dana itu masih berada di pengadilan," tambahnya.
4. Unsur "Merugikan Keuangan Negara" Tidak Terpenuhi
Kuasa hukum juga menyoroti terkait metode yang digunakan dalam menghitung kerugian negara oleh BPKP yang dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Penuntut umum gagal menunjukkan kerugian negara yang nyata dan pasti. Fakta persidangan justru membantah tuduhan ini," kata Tampubolon.
Kritik Tajam Terhadap Jaksa
Atas dasar itu, tim kuasa hukum memberikan kritik tajam terhadap JPU yang dinilai dakwaannya tidak konsisten dan bertentangan dengan fakta persidangan.
"Jaksa tidak memahami aturan pengadaan tanah sehingga dakwaan menjadi kabur dan tidak berdasar," ujar Tampubolon.
Selain itu, tim kuasa hukum juga menyoroti perubahan penetapan lokasi (penlok) proyek Tol Cisumdawu yang terjadi sebanyak tujuh kali sejak 2005 hingga 2019.
Mereka menegaskan bahwa perubahan ini dilakukan atas dasar kebutuhan proyek, sehingga penlok yang berlaku ialah penlok tahun 2018 dan 2019 yang dijadikan dasar pengukuran dan penghitungan.
Permintaan Putusan Bebas
Melalui penutupan pledoi, tim kuasa hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan Dadan Setiadi Megantara serta memulihkan nama baiknya.
"Kami memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan terdakwa tidak bersalah dan memulihkan hak, harkat, dan martabat terdakwa seperti sediakala," tegas Tampubolon.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini mulai terendus ketika adanya dugaan manipulasi pembebasan lahan proyek strategis nasional Tol Cisumdawu Sumedang.
Dalam hal itu, lima orang dijadikan terdakwa, termasuk salah satunya Dadan Setiadi yang diduga telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor karena diduga merugikan negara.
Namun, dalam persidangan, terungkap bahwa proses pengadaan tanah dilakukan sesuai prosedur dan dana ganti rugi masih berada di pengadilan.
Fakta ini menjadi dasar bagi tim kuasa hukum untuk membantah seluruh dakwaan JPU.
Pada sidang selanjutnya, Majelis Hakim mengagendakan pembacaan replik dari pihak JPU.*