Panji Gumilang Sebut Masjid di Indonesia Dipenuhi Orang Putus Asa

Pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar - Seakan tak ada habisnya, Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Indramayu, Panji Gumilang kembali melontarkan pernyataan kontroversial dalam sebuah ceramah. Teranyar, dia menyebut bahwa masjid merupakan tempat orang-orang putus asa. Sebaliknya, Panji Gumilang lebih terkagum dengan masjid yang ada di Vatikan.

Dia mendasari ungkapannya ini dilihat dari cara umat Islam menggalang sumber kekuatan anggaran dalam pengembangan masjid. 

Panji Gumilang Lebih Kagum Masjid Vatikan

Menurut Panji, kebanyakan masjid di Indonesia cenderung berharap dari kotak amal. Praktek ini, kata Dia, sangat memalukan. Dikatakannya, praktek ini sampai sekarang masih banyak dijumpai di masjid-masjid Indonesia karena memang belum memiliki donatur tetap.

Oleh karenanya, menyangkut hal di atas, Pria 76 tahun itu menyatakan masjid yang berada di Indonesia merupakan masjid yang dipenuhi orang-orang putus asa. Panji membandingkannya dengan masjid yang ada di Vatikan. Ia lebih tertegun dengan 'konsep’ masjid yang ada di Vatikan. Panji mengklaim Masjid di Vatikan adalah konsep masjid yang ideal.

"Masjid itu adanya di Vatikan sana, di sini (Indonesia) tempat orang-orang putus asa, masjid-masjid itu,” ujar Panji Gumilang dilansir dari viva.co.id

Masjid Indonesia Bukan Sebagai Pusat Peradaban

Menurut panji, masjid yang berada di Indonesia tidak bisa disebut sebagai pusat peradaban. Sebab, kata dia, masjid yang berdiri di Tanah Air masih kesulitan untuk mendapatkan uang dari jamaahnya.

“Hanya duduk, dipaksa ngisi kaleng (kotak amal) keluar, selesai. Ini masjid peranannya, katanya, sebagai pusat peradaban, tidak ada. Yang ada peradaban pungutan uang.” kata dia

Menurutnya, hal demikian cukup memalukan jika disebut sebagai pusat peradaban. Sebab, dia miris melihat kenyataan, para jemaah baru akan memberi uang ketika kotak amal diedarkan.

“Kalau itu disebut sebagai peradaban, memalukan. Maknanya, orang yang masuk masjid ini pelit, diedarkan kotak, baru ngasih,” ungkapnya

Kemudian panji menjelaskan apabila sebuah masjid ingin disebut sebagai pusat peradaban, maka masjid harus memiliki donatur tetap, atau jemaah yang secara konsisten memberi sumbangan tanpa diminta. 

“Kalau peradaban, mestinya setiap jemaah masjid ini punya rekening khusus untuk ditransfer ke masjid, itu tidak ada (di Indonesia),” kata dia 

Lebih lanjut, Panji mengaku telah melakukan penelitian di Vatikan, dalam penelitian itu dia mencari tahu bagaimana Vatikan bisa sangat besar.

"Ternyata sumbangan ke Vatikan itu tidak melalui kotak amal keliling. Saya melihat dalam penelitian, membaca sejarah Vatikan, dengan gerejanya itu, semuanya setiap bulan itu rekening masuk dari para jemaahnya,” pungkas Panji