Terungkap! Sindikat Jual Ginjal Bekasi-Kamboja Transplantasinya di RS Milik Pemerintah Kamboja
- tvonenews.com
VIVA Jabar - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang akhir-akhir ini sempat ramai di Indonesia, dengan kasus jual-beli ginjal yang dibantu oleh oknum pihak kepolisian, sedikit demi sedikit mulai terungkap. Dari mulai pelaku hingga penerimanya.
Yang sedikit mengejutkan ialah Rumah Sakit Preah Ket Mealea yang jadi lokasi transplantasi ginjal sindikat internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jual ginjal Bekasi ke Kamboja ternyata RS militer. Lokasinya ada di Phnom Penh, Kamboja.
"Iya, RS militer di Phnom Penh," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi di Markas Polda Metro Jaya, Jumat 21 Juli 2023.
RS itu disebut polisi milik pemerintah Kamboja. Karenanya, sempat ada kendala dalam mengusut kasus ini lantaran perlu bantuan petinggi di Kamboja. Sebelumnya diberitakan, Polri mengatakan ada keterlibatan Rumah Sakit pemerintah di Kamboja dengan sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi yang menjual ginjal korbannya ke sana.
Hal itu diungkap Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Polisi Krishna Murti. Kata dia, transplantasi terjadi di RS pemerintah Kamboja.
"Terjadi eksekusi transaksi ginjal itu di RS pemerintah," kata dia di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.
Untuk diketahui, Polri mengungkap kalau sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi menjual ginjal korbannya ke Kamboja.
"Pada kesempatan ini, tim gabungan Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi dibawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim Polri, serta Divhubinter telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja," ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.
Adapun korbannya mencapai ratusan. Sementara itu, untuk total tersangka dalam kasus ini ada 12 orang. Dua diantaranya adalah anggota polisi dan imigrasi. Namun, Karyoto mengatakan keduanya diluar sindikat.
"Telah memakan total korban sebanyak 122 orang," katanya.
Ke-12 tersangka itu masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian ada satu anggota Polri berinisial Aipda M alias D dan serta seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Untuk Aipda M dijerat Pasal 22 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Juncto Pasal 221 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (obstruction of justice / perintangan penyidikan).
Kemudian, untuk pegawai imigrasi berinisial AH alias A disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.