Dedi Mulyadi Turun Tangan Soal Polemik Jembatan Darurat di Tegallega Karawang
- Istimewa
VIVA Jabar – Polemik jembatan darurat yang membelah Sungai Citarum yang berada di Kampung Parungnala, Desa Tegallega, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang nampaknya terdengar oleh anggota DPR RI, Dedi Mulyadi.
Diketahui, jembatan darurat tersebut direncanakan bakal dibongkar oleh PT Sinohydro atau salah satu perusahaan konstruksi yang ditunjuk proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Hal itu dilakukan guna memperlancar proyek kereta cepat.
Namun, rencana tersebut mendapat penolakan dari warga sekitar hingga menimbulkan gejolak. Para warga yang didominasi emak-emak itu pun melakukan aksi unjuk rasa di atas jembatan yang panjangnya sekitar 130 meter tersebut.
Kang Dedi Mulyadi pun langsung turun ke lapangan menemui warga guna mencari solusi terkait polemik jembatan tersebut.
Di hadapan warga Tegallega, Kang Dedi Mulyadi memaparkan, jika jembatan darurat ini memiliki masa kedaluarsa. Apalagi, jembatan ini dibuat untuk kepentingan mengangkut material kereta cepat.
"Jembatan ini, terbuat dari besi. Jadi, kalau tidak dibongkar justru akan membahayakan warga Tegallega," ujar KDM.
Apa alasannya, besi ini mudah korosi. Terbukti, besi-besi penyangga jembatan itu sudah rusak akibat korosi. Jika jembatan itu, setiap harinya menanggung beban melebihi ketentuan, akibat banyaknya kendaraan yang lewat, justru akan membahayakan masyarakat.
Karena itu, wajar jika PT Sinohydro akan membongkar jembatan tersebut. Akan tetapi, karena jembatan ini jadi satu-satunya akses tercepat warga menuju Purwakarta, maka diperlukan solusi.
"Solusinya, pemerintah harus segera membangun jembatan yang permanen dan kuat. Supaya, warga Tegallega bisa melintasi jembatan dengan aman dan nyaman," ujarnya.
Karena itu, Pemkab Karawang bisa segera membangun jembatan tersebut. Atau, Pemkab Karawag duduk bersama dengan Pemkab Purwakarta, PJT II Jatiluhur dan instansi terkait untuk segera membangun jembatan baru.
Pasalnya, jembatan sangat dibutuhkan oleh warga Tegallega, yang dulunya terisolasi. Apalagi, 3.500 jiwa penduduk Desa Tegallega, 90 persennya melintasi jembatan di atas Sungai Citarum itu.
Mereka melintas, untuk kepentingan sekolah, kerja, ke pasar, dan juga menjual hasil pertanian. Sehingga, beban kerja jembatan darurat ini sangatlah tinggi.
"Dulu, warga Tegallega jika ingin ke Purwakarta naik perahu. Kini melintasi jembatan. Masalahnya itu jembatan darurat yang punya masa kedaluarsa," ujarnya.
Kalau jembatan ini ambruk, siapa yang rugi? Bahkan, kalau ambruknya saat banyak warga yang melintas, siapa yang rugi? Karena itu, lanjut Kang Dedi pihaknya membenarkan upaya PT Sinohydro yang akan membongkar jembatan itu.
Tetapi, karena jembatan ini penting, maka pemerintahan desa harus membuat aturan tegas. Sampai belum adanya jembatan pengganti, maka kendaraan yang melintasi jembatan itu hanya diperuntukkan bagi motor serta sepeda.
Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau lebih, bisa mengakses jembatan lain yang lebih permanen dan kokoh. Itu solusi jangka pendeknya. Solusi jangka panjang, segera pemerintah turun tangan untuk membuatkan jembatan bagi warga Tegallega ini.
"Dulu, saat saya menjabat Bupati Purwakarta membuat jembatan sangat mudah. Tidak ada alasan, karena jembatan merupakan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat," jelas Dedi.