Kang Dedi Ingatkan Desa Bukan Komoditi Politik Tapi Inti
- Istimewa
VIVA Jabar – Menjelang Pemilu dan Pilkada masyarakat desa kerap menjadi komoditi politik. Setelah pesta rakyat berakhir, desa kembali sepi ditinggal dengan segudang janji politik.
"Masyarakat desa sering sering kali menjadi objek politik untuk mencari populariti keberpihakan ilusi. Padahal desa bukan komoditi tapi inti," ujar Kang Dedi Mulyadi.
Hal tersebut, kata dia, bisa dilihat dari gencarnya kunjungan ke desa menjelang Pemilu dan Pilkada. Para politisi datang saling berganti hanya sekadar selfie.
"Itu bisa dilihat dari gencarnya kunjungan ke desa menjelang Pemilu dan Pilkada dengan berbagai angle selfie. Selfie dengan petani, selfie dengan nelayan, selfie dengan pengembala, dengan berbagai atribut politik," ucapnya.
Kang Dedi menilai setelah kontestasi politik selesai sering kali desa terabaikan. Bahkan terkesan pembangunan tidak berpihak ke desa.
Menurutnya dana bagi hasil dari pusat ke desa, provinsi ke desa, kabupaten ke desa harus dilakukan dalam sebuah perencanaan yang terarah. Sehingga pembangunan di desa ada target pencapaian dalam kurun waktu tertentu.
"Sehingga tidak melahirkan program yang berulang," ujarnya.
Jika kebutuhan infrastruktur, jalan, sarana air bersih, irigasi, pemukiman warga, listrik, sarana pendidikan, sarana ibadah hingga sarana olahraga ditata berdasarkan karakter budayanya akan melahirkan desa yang memiliki kekuatan spiritual estetik yang bermuara pada lahirnya gelombang kepariwisataan.
Selain itu juga jika semua sudah terpenuhi dalam jangka waktu tertentu maka desa bisa diarahkan untuk memiliki program investasi. Program investasi tersebut berada di lembaga bisnis dalam bentuk pembelian saham yang nantinya dimiliki oleh masyarakat desa.
"Sehingga devidennya bisa menjadi penunjang untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat desa," pungkas Kang Dedi Mulyadi.