Guru Agama Diseret ke Meja Hijau Gara-gara Ajak Murid Salat Zuhur

Ilustrasi pengadilan
Sumber :
  • Pixabay

 

Usut Tuntas Kecelakaan Maut Ciater, KDM: Jangan Hanya Sopir yang Bertanggung Jawab

VIVAJabar – Akbar Sarosa, guru di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, kini tengah menjalani sidang atas kasus dugaan pemukulan terhadap siswanya yang tak mau diajak untuk Salat Zuhur berjamaah.

Kemarin, Kang Dedi Mulyadi (KDM) menelepon Akbar untuk memberikan dukungan. Dari sambungan telepon tersebut terungkap sejumlah fakta dan kronologis hingga akhirnya kini akbar bersiap menghadapi tuntutan jaksa.

Minta Maaf, Kepsek SMK Lingga Kencana Depok Ingin Tradisi Study Tour Ditiadakan

“Saya mengajar PAI, honorer sudah 1,5 tahun di SMKN 1 Taliwang. Sebulan honor itu Rp640 ribu untuk mengajar lima kelas,” ucap Akbar, Jumat 13 Oktober 2023.

Akbar menceritakan awal ia berhadapan dengan hukum. Mulanya ia mengajak seorang siswa Kelas X jurusan TKR Otomotif untuk melaksanakan kebijakan sekolah yang mewajibkan Zuhur berjamaah di musala.

Belajar Usaha Nasi Goreng ke Ciater, Raka Malah Jadi Korban Tragedi Maut Bus Study Tour

Setelah diajak dan ditegur hingga tiga kali anak tersebut tetap tidak mau beranjak. Selain itu Akbar merasa anak tersebut seolah menantang dengan terus menatapnya saat ditegur. “Karena memang tidak mau beranjak dari tempat duduknya sampailah terjadi semacam pendisiplinan,” katanya.

Usai salat berjamaah sang anak pulang padahal belum jam bubaran sekolah. Sekitar pukul 2 siang, bapak dari siswa tersebut datang ke sekolah. Pada pertemuan itu permasalahan dianggap selesai.

Meski begitu bapak dari siswa tersebut menyebut besok istrinya akan datang ke sekolah. Informasi yang didapat Akbar, bapak dan ibu dari siswa tersebut hubungan rumah tangganya kurang harmonis meski masih satu atap.

Keesokan harinya ibu dari siswa tersebut benar datang. Berbeda dengan suaminya, ibu tersebut ngotot ingin melanjutkan ke proses hukum hingga akhirnya Akbar dilaporkan ke kepolisian. Dan kini kasusnya bergulir di pengadilan.

“Sempat ada mediasi diminta Rp50 juta, turun lagi Rp20 juta, tapi saya hanya mampu ganti rugi Rp10 juta. Jadi terakhir itu ada dua tuntutan. Satu, saya memberikan uang Rp20 juta dan kedua saya berhenti mengajar,” tuturnya.

Kini Akbar yang didampingi tim LKBH PGRI pun Bersiap menghadapi sidang tuntutan pada 18 Oktober 2023 mendatang. Dalam dakwaan, Akbar terancam hukuman tiga tahun penjara. “Sekarang status saya tahanan kota,” ujar Akbar.

KDM berharap kasus tersebut selesai dengan vonis bebas bagi Akbar. Ia berharap Jaksa Agung melalui JPU memberikan tuntutan bebas karena Akbar melakukan tindakan tersebut dalam rangka mendisiplinkan siswanya. Juga hakim bisa bersikap arif dalam menilai kasus tersebut.

“Kita tidak bisa mengintervensi lembaga peradilan, tapi boleh dong kita semua berdoa dan berharap apabila tujuan Pak Akbar mendisiplinkan siswa, mendidik siswa, andaikata ada pukulan itu dasarnya kasih sayang bukan kebencian, mudah-mudahan JPU menuntut bebas,” ucapnya.

Kang Dedi Mulyadi pun memberikan dukungan moral dan materil kepada Akbar agar tetap semangat memberikan pendidikan terbaik bagi para siswanya.

“Guru harus terus terdepan dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia, jangan patah semangat, tetap lakukan yang terbaik bagi pendidikan anak Indonesia ke depan,” pungkas KDM. (****)