Perjuangan Guru Honorer di Purwakarta, Jualan Kopi Keliling Demi Menyambung Hidup

Kang Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi menggelar Safari Ramadhan ke sejumah desa yang berada di daerah pemilihannya. Salah satunya Kabupaten Purwakarta.

Cukupi Ketersediaan Air di Waduk Kaskade Citarum, Jasa Tirta II Turut Sukseskan Operasi Modifikasi Cuaca 2024

Seperti pada Senin, 3 April 2023 malam WIB, Safari Ramadahan Kang Dedi digelar di Lapangan Bola Desa Sukamaju, Kecematan Sukatani, Purwakarta.

Safari Ramadahan Kang Dedi ini bertemakan 'Hariring Peuting Romadhon Mendak Caang Poek Peuting'. Dalam acara ini, selain dihadiri langsung Kang Dedi, juga dihibur oleh EMKA 9, Ustadzah Liza Azizah dan Gita KDI.

Marak Kriminalitas Guru, Disdikbud Subang: Semua Pihak Harus Taati Aturan Sekolah

Kehadiran Kang Dedi dan rombongan ini, sudah sangat dirindukan oleh masyarakat di wilayah itu. Mengingat, sejak menjabat sebagai Wakil Bupati Purwakarta dan Bupati Purwakarta, Kang Dedi memang biasa datang dari desa ke desa.

Dalam acara ini juga, Kang Dedi kerap melakukan interaksi dan komunikas yang intens dengan warga. Terutama terkait permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Survei Indikator Politik, Paslon Zeinjo Unggul Lebih 50 Persen di Pilkada Purwakarta

Di Lapang Bola Sukamaju, Kang Dedi harus meneteskan air mata. Hatinya begitu terenyuh, saat seorang ibu yang bernama Tia Gustami, maju ke atas panggung atas undangan dari Gita KDI.

Tia menjadi salah satu warga yang ditantang Gita KDI untuk menyanyikan lagu Magadir. Kemudian, Tia yang terpilih oleh Gita KDI sebagai juaranya.

Setelah itu, Tia Gustami mendapat hadiah saweran dari Kang Dedi Mulyadi. Kemudian, Kang Dedi menanyakan soal latar belakang keluarga Tia.

Tia pun akhirnya menceritakan kehidupan rumah tangganya bersama sang suami yang merupakan guru honorer di salah satu SD negeri di Kecamatan Plered.

Suaminya itu bernama Ujang Yayat Hidayat atau akrab disapa Vijay. Yang membuat Tia sedih, selain sudah lama mengabdi yakni 15 ahun, namun tak kunjung diangkat jadi ASN, honor yang diperoleh suaminya masih sangat minim, hanya Rp750 ribu per bulannya.

"Untuk Menyambung hidup, suami saya berjualan Kopi keliling, Pak. Kalau ada acara seperti ini, suami saya jualan kopi. Malam ini juga jualan. Aa (memanggil suaminya) sini naik ke atas panggung, katanya mau bertemu sama Pak Dedi," ujar Tia sendu.

Vijay pun naik kepanggung dan langsung dipeluk erat oleh Kang Dedi. Tak terasa, mantan Bupati Purwakarta dua periode itu meneteskan air mata di hadapan pasangan suami istri tersebut.

"Saya sudah biasa keliling, kejadian ini berbeda. Karena, biasanya saya bertemu dengan anak yang ditinggalkan ibu atau bapaknya. Tetapi, malam ini saya bertemu dengan Guru Honorer," ujar Kang Dedi.

Kang Dedi sangat tersentu dengan semangat dan kegigihan pasangan ini. Guna Menyambung hidup, mereka tidak malu berjualan. Jika tak ada acara atau panggungan, Guru Honorer Vijay berjualan di sekolah.

Istrinya membuat kue lalu di jual oleh suaminya. Kerja keras pasutri ini patut diacungi jempol dan diapresiasi. Mereka sangat gigih Menyambung hidup, di tengah keterbatasan penghasilan sebagai guru honor.

"Ini sangat luar biasa. Mereka patut dicontoh," ujar Kang Dedi.Menyikapi soal tenaga honorer, anggota DPR RI ini ingin ada evaluasi sistem kepegawaian. Terutama, untuk guru. Pasalnya, sampai saat ini banyak daerah, termasuk Purwakarta kekurangan guru ASN.

Tetapi, yang sudah lama mengabdi (honorer) itu tidak otomatis bisa diangkat jadi ASN. Mereka tetap harus mengikuti sistem dan mendaftar jika ada rekrutmen. Dengan demikian, banyak tenaga honorer yang gagal dan harapannya pupus dengan sistem rekrutmen saat ini.

Sudah saatnya, negara mengatur atau membuat rasio kebutuhan guru. Berapa yang dibutuhkan dan berapa yang tidak. Untuk mengisi pegawainya disesuaikan dengan jam kerja mereka.

"Karena yang sudah lama bekerja (mengajar) sudah terlihat kinerjanya. Berbeda dengan merekrut tenaga baru tetapi jam terbangnya masih diragukan," ujar Dedi.

Dengan demikian, rekrutmen khusus guru sebaiknya menggunakan sistem urut kacang. Yang paling lama bekerja maka dia yang diangkat. Begitu seterusnya. Sehingga tidak akan berimbas pada penumpukkan honorer dan kekosongan guru ASN akibat pensiun.