Potret Seram Seputar Rumah Sakit Al Shifa di Jalur Gaza
- Screenshoot Berita VIVANews
VIVA Jabar - Korban tewas akibat serangan bengis tentara Israel ke Palestina, semakin bertambah. Alih-alih melakukan gencatan senjata usai diultimatum PBB dan sebagian negara barat, tentara Israel justru makin menunjukkan kesewenang-wenangannya.
Tak hanya korban jiwa, agresi militer Israel juga merusak fasilitas-fasilitas umum. Termasuk Rumah Sakit Indonesia.
Di sisi lain, potret Rumah Sakit Al Shifa di Jalur Gaza, Palestina begitu menyeramkan. Rumah sakit yang masih beroperasi melayani korban konflik ini kehabisan stok obat bius.
Kehabisan stok membuat korban warga yang luka berat terpaksa dioperasi tanpa menggunakan obat bius.
Salah satu peristiwa itu seperti dialami oleh seorang gadis kecil yang merintih kesakitan dan berteriak. Sementara, para perawat jahit luka kepala gadis kecil tanpa obat bius.
Kondisi itu terpaksa dilakukan karena tak ada obat bius yang tersedia di Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza.
Salah seorang perawat, Abu Emad Hassanein mengatakan kondisi itu sebagai salah satu momen terburuk yang dialaminya.
Dia menceritakan perjuangannya dalam menghadapi gelombang besar korban yang terluka.
"Kadang-kadang kami memberi beberapa diantaranya kain kasa steril (untuk digigit) untuk mengurangi rasa sakitnya,” kata Hassanein di Arab News.
Dia menuturkan dengan kehabisan stok bius maka korban anak-anak yang terluka pun mesti merasakan sakit lebih dari yang dibayangkan.
Dia mencontohkan peristiwa itu banyak dialami anak-anak perempuan dengan luka di kepala.
"Melebihi apa yang dialami orang seusia mereka,” ujar Hassnein.
Hal serupa dialami pria paruh baya bernama Nemer Abu Thair di RS Rumah Sakit Al Shifa. Dia mengaku untuk mengganti balutan dan mengoleskan desinfektan pada luka di punggungnya imbas serangan udara zionis Israel.
Dia mengatakan tak diberikan obat pereda nyeri saat luka tersebut pertama kali dijahit.
"Saya terus membaca Alquran sampai selesai,” ujarnya.
Direktur Rumah Sakit Al Shifa, Mohammad Abu Selmeyah, menjelaskan kondisi di area rumah sakit.
Menurutnya, banyak orang yang terluka imbas kebrutalan Israel dibawa ke rumah sakit. Dengan sarana yang terbatas dan tak ada pilihan selain merawat mereka di lantai, tanpa obat pereda nyeri yang cukup.
Dia mencontohkan peristiwa pasca ledakan di Rumah Sakit Al Ahli Arab pada 17 Oktober 2023. Saat itu, sekitar 250 orang yang luka berat tiba di Al Shifa yang hanya memiliki 12 ruang operasi.
"Jika kami menunggu untuk mengoperasi mereka satu per satu, kami akan kehilangan banyak korban luka,” kata Abu Selmeyah.
Bahkan lebih miris lagi, dia kerap terpaksa melakukan operasi di lapangan dengan fasilitas seadanya.
"Tanpa anestesi, atau menggunakan anestesi sederhana atau obat penghilang rasa sakit yang lemah untuk menyelamatkan nyawa,” lanjutnya.
Abu Selmeyah mengatakan prosedur yang dilakukan tenaga medis Al Shifa dalam kondisi seperti itu antara lain mesti mengamputasi anggota badan dan jari. Selain itu, menjahit luka hingga mengobati luka bakar serius.
Sebagai informasi, perang Israel dengan kelompok Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023.
Aksi zionis Israel terus makin agresif melancarkan serangannya. Dari laporan Aljazeera, menurut pejabat kesehatan di Gaza, pasukan Israel mengerahkan tank-tank untuk mengepung beberapa rumah sakit.
Bahkan, Rumah Sakit al-Shifa di Gaza sudah diserang lima kali dalam waktu kurang dari 24 jam. Rakyat Palestina yang takut pun melarikan diri di jalan utama menuju Gaza selatan.
Menurut data Aljazeera per Jumat, 10 November 2023, korban tewas imbas perang Israel melawan Hamas sudah menelan lebih dari angka 10 ribu. Laporan Aljazeera, warga Israel yang tewas tercatat ada 1.405. Sementara, dari Palestina, ada 11.078 korban tewas yang 4 ribu lebih diantaranya adalah anak-anak.