Terkuak Alasan Peneliti BRIN Tulis Komentar 'Halalkan Darah Warga Muhammadiyah'
- Tim tvOne
VIVA Jabar – Bareskrim Polri kini telah menetapkan peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin sebagai tersangka, usai memberikan sebuah ancaman kepada warga Muhammadiyah. Polri pun ungkap alasan Andi Pangerang terkait hal itu.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar mengatakan bahwa Andi Pangerang membikin sebuah ancaman itu lantaran merasa emosi.
"Nah yang bersangkutan menyatakan pada saat menyampaikan hal tersebut, tercapai titik lelah dia, kemudian dia emosi," ujar Adi Vivid kepada wartawan, Senin 1 Mei 2023.
Kemudian, Adi Vivid menjelaskan bahwa Andi Pangerang merasa kesal usai kerapkali berdiskusi bersama peneliti senior lainnya termasuk Thomas Djamaluddin terkait penentuan hari raya Idul Fitri. Diskusi itupun kerap dilakukan oleh sejumlah senior namun tak kunjung selesai.
Kata Adi Vivid, Andi Pangerang akhirnya merasa kesal berujung emosi dengan sejumlah diskusi penentuan hari raya itu. Maka ia akhirnya mengucapkan ancaman ingin membunuh warga Muhammadiyah itu.
"Jadi yang bersangkutan pada saat mengetik kalimat tersebut, sudah kita pastikan yang bersangkutan sendirian, jam 15.30 WIB sore tanggal 21 April di wilayah Jombang," kata dia.
Andi Pangerang pun langsung ditahan mulai hari ini usai ditangkap pada Minggu 30 April 2023 kemarin.
Sementara itu, Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Rizki Agung Prakoso mengatakan bahwa jajarannya telah menyita satu unit ponsel genggam, satu akun email AP Hasanuddin, dan satu notebook dari tangan tersangka.
AP Hasanuddin dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan terancam enam tahun penjara.
"Terkait dengan persangkaan pasal, saat ini tersangka kami kenakan dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Dan Pasal 45 B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta," kata Rizki.