Dedi Mulyadi Anggap Pemekaran Daerah di Jabar Jangan Melulu Soal Politik

Kang Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

Jabar, VIVA – Bakal calon gubernur Jawa Barat dari Partai Gerindra, Kang Dedi Mulyadi menilai, rencana kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran di Jawa Barat harus matang dan berazazkan keadilan. Pemekaran suatu daerah yang dinilai tidak mempertimbangkan aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan publik dinilai menjadi beban Negara.

Resolusi Dedi Mulyadi di Tahun 2025: Penuhi Janji Politik!

Menurut Dedi Mulyadi, pemekaran harus memprioritaskan agar pelayanan pemerintah terhadap masyarakat bisa semakin baik dan anggaran terdistribusi merata. Dedi menilai, pemekaran di Jawa Barat kurang tepat karena dianggap kurang memadai yang seharusnya pemekaran dilakukan dengan mengukur jumlah penduduk.

“Saya ingin ke depan buat patokan sebuah kabupaten tidak boleh penduduknya lebih dari 1,5 juta, maka nanti dibagi berdasarkan jumlah penduduk,” ujar KDM di Lembang Bandung Barat, Rabu 21 Agustus 2024.

Dedi Mulyadi Terima Silaturahmi Walikota Terpilih Tasikmalaya: Bicara Tutug Oncom hingga Stadion Dadaha

Sehingga, lanjut Kang Dedi, satu kepala daerah akan memimpin rata-rata 1,5 juta jiwa. Sementara saat ini ada satu kepala daerah yang memimpin 6 juta jiwa dan ada juga yang hanya memimpin 300 ribu jiwa.

Dedi Mulyadi

Photo :
  • Istimewa
Kontestasi Politik Selesai, Mantan Cagub Jabar Silaturrahmi ke Rumah Dedi Mulyadi

“Sedangkan birokrasinya sama, jumlah OPD sama, nanti jumlah anggaran kepala daerah mirip - mirip kan rugi dong. Misal ada lurah atau camat memimpin penduduk 200 ribu jiwa tapi ada walikota memimpin 200 ribu, kedudukan lurah atau camat sama dengan wali kota,” ujarnya.

Dedi mengaku tak mau kebijakan pemekaran dilakukan hanya dengan pendekatan administratif, tetapi harus mengedepankan kebutuhan publik agar distribusi anggaran berkeadilan. “Pemekaran daerah harus mempertimbangkan kebutuhan publik, bukan politik,” terangnya.

Melalui pendistribusian anggaran yang berkeadilan, maka pembangunan di setiap daerah bisa merata.

“Sehingga tidak terjadi misal ada satu kota kebingungan karena gangnya sudah hotmix semua, rumah rakyat miskin selesai semua, nanti uangnya buat apa, sedangkan di tempat lain jalannya ke sekolah masih nyeberang sungai, kan ini terjadi karena perspektif pemekaran wilayah menjadi pendekatan administratif dan politik,” terangnya. *****