PKS Tumbang di Lumbung Suara Sendiri Termasuk Jawa Barat, Pengamat Beberkan Sebabnya

Presiden PKS, Ahmad Syaikhu
Sumber :
  • Berbagai Sumber

VIVAJabar – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya mengalami penurunan jumlah pemilih, bahkan di daerah basis yang selama ini menjadi lumbung suara seperti di DKI Jakarta, Depok dan Jawa Barat.

Dedi Mulyadi Bicara Paradigma Sunda dalam Proses Pembangunan Daerah

Para calon kepala dan wakil kepala daerah dari PKS, kalah jauh dari tokoh-tokoh yang berangkat dari partai berbau nasionalis.

Di Jakarta, pasangan Ridwan Kamil dan Suswono yang merupakan kader PKS tumbang di tangan pasangan Pramono Anung-Rano Karno.

Subang Juara Udang, Produksi Pertahun Capai 11 Ribu Ton

Kemudian di Depok, pasangan calon Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq yang diusung PKS dan Golkar juga tumbang berdasarkan quick count lembaga survei. Mereka kalah dari rivalnya, Supian Suri-Chandra Rahmansyah.

Sementara di Jawa Barat, Presiden PKS Ahmad Syaikhu yang maju jadi calon gubernur kalah dari Dedi Mulyadi. Untuk diketahui, Syaikhu maju bersama putra Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie.

Dedi Mulyadi Terima Silaturahmi Pasangan Walikota Banjar Terpilih, Bahas soal Kemajuan Daerah Perbatasan

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Arif Susanto menilai runtuhnya PKS disebabkan oleh tokoh-tokoh yang diusung kurang memikat masyarakat.

Menurutnya, untuk mendongkrak suara PKS mendompleng nama Presiden Prabowo Subianto dan nama Presiden ke-7 Joko Widodo.

Di Jakarta sebagai contoh, Pramono-Rano tak terlalu menonjolkan identitas partai, sehingga lebih banyak elemen masyarakat yang bisa menerima pasangan ini.

"Ini berbeda dengan Suswono. Bukan hanya keterkenalannya di Jakarta rendah, tetapi juga membuat blunder-blunder. Terlihat bahwa kantong penting pemilih PKS, lebih masuk ke Rano," kata Arif saat dihubungi awak media pada Rabu, 27 November 2024.

Kemudian, sikap politik mantan Gubernur DKI yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap Pramono-Rano cukup signifikan mempengaruhi pemilih.

"Kali ini pertarungan faksinya bertarung sangat keras. Itu punya pengaruh atas keterpilihan wakil PKS," kata Arif.

"Memang mereka mampu rebound di pilpres, tetapi yang terjadi hari ini terbukti kekuatan PKS itu di organisasional dan bukan personal. Padahal pilkada itu figur personal menentukan," tambahnya.

Sementara di Depok, PKS dinilai tidak memiliki warisan yang membanggakan. Arif mengatakan selama kepemimpinan PKS di Depok tidak ada perubahan signifikan.

"Dari era Nur Mahmudi Ismail, sebenarnya Depok tidak mengalami lompatan signifikan. Ada perubahan, betul. Kemajuan terjadi, iya. Pembangunan dilakukan, juga benar. Tapi tidak ada perubahan yang signifikan," kata dia.

Selain itu, Arif menuturkan bahwa pemilihan saat ini sudah cerdas. Bahkan, para kader partai belum tentu memilih figur yang diusung oleh partainya sendiri.

"Boleh jadi wakil PKS kalah karena split voters. Pilihan orang terhadap partai, tidak serta merta membuat dia melakukan pilihan ke figur yang dicalonkan partai di Pilkada," ucap Arif.

"Pemilih itu makin cerdas. Ini biasanya jauh lebih kuat di kelompok pemilih terdidik, perkotaan, dan sosial ekonomi yang lebih. Apakah Depok mengalami itu? Perlu ditelaah lebih jauh saya kira," tuturnya.