Dedi Mulyadi Kritisi Seleksi Pemadan Api dan Penjaga Hutan: Kenapa Harus Berbasis IT?
- Istimewa
VIVA Jabar – Kang Dedi Mulyadi (KDM) mempertanyakan soal proses seleksi P3K yang semua harus berbasis IT. Padahal tidak semua pekerjaan berhubungan dengan komputer dan harus menjadi pekerja kantoran.
Hal tersebut diungkapkan KDM saat memimpin kunjungan kerja ke Balai PPIKHL Wilayah Sumatera dalam rangka penanggulangan dan kesiapan dalam kebakaran hutan dan lahan menghadapi El Nino.
Pada kunjungan tersebut KDM menemukan sejumlah fakta jika mayoritas petugas yang siaga memadamkan kebakaran dan menjaga hutan berstatus pegawai kontrak dengan honor Rp 3 juta per bulan ditambah uang patroli Rp 150 ribu per minggu.
Selain itu untuk menanggulangi dua provinsi yakni Sumatera Selatan dan Lampung, petugas hanya memiliki empat mobil pemadam dan 10 motor patroli. Padahal luas areal hutan di dua provinsi tersebut mencapai ratusan hingga jutaan hektare.
“Padahal uang dari hasil hutan seperti sawit dan kayu itu besar. Masa dari sekian triliun tidak bisa membeli peralatan tambahan. Idealnya per 100 hektare ada 1 unit mobil pemadam,” ucap KDM.
Ia merasa prihatin dengan kondisi seperti itu. Di satu sisi uang yang didapat negara dari hasil hutan besar, sementara untuk menunjang dan menjaganya sangat minim.
Menurutnya sudah menjadi kebiasaan di Indonesia jika belum ada kejadian semua terabaikan dan tidak ada yang siaga. Tetapi setelah kejadian apalagi viral semua baru bersuara dengan argumen masing-masing.