Pakar Puji Model Kepemimpinan Erick Thohir: Indikasi Calon Pemimpin Nasional yang Baik

Ketum PSSI Erick Thohir
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar – Berbagai lembaga survei tanah air mengumumkan hasil survei yang dilakukannya terkait calon pemimpin Indonesia di masa akan datang. Hasilnya, nama Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI terus naik signifikan dari waktu ke waktu.

Erick Thohir akan Evaluasi Timnas Indonesia, Menang dari Arab Saudi Bukan Berarti Aman

Naiknya elektabilitas Erick Thohir itu merupakan salah satu indikasi bahwa Erick adalah sosok yang dikehendaki masyarakat untuk menjadi Cawapres.

Namun, sebagai pembantu Presiden Jokowi, Erick ternyata tidak terlalu sreg jika dikaitkan dengan kontestasi pilpres 2024. Terbukti di berbagai kesempatan Erick selalu menekankan bahwa visi ia saat ini adalah tegak lurus dengan visi Presiden Jokowi

Tambah Amunisi Baru, Erick Thohir Harap Ole Romeny Debut di Laga Indonesia Vs Australia

”Jadi, jangan kita bicara, ’karena saya menteri, saya kebetulan dilahirkan dari keluarga mampu, ini visi saya’. Tidak bisa. Saya selalu bilang, visi itu terjadi ketika kita mendengar. Nah, itu yang harus bisa menyelesaikan,” tutur Erick.

Selain visi mendengar, Erick juga kerap memberikan contoh mengenai etos kerja, jujur dan amanah. Bahkan contoh tersebut tersebut dijadikan sebagai panduan perilaku dari setiap sumber daya manusia di BUMN melalui AKHLAK BUMN.

Mauro Zijlstra Ngebet Ingin Perkuat Timnas Indonesia, Serahkan Dokumen ke PSSI

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Prof. Dr. Suryanto, M.Si., menilai untuk membawa bangsa Indonesia menjadi maju, dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan dan dapat memberikan contoh yang baik. Sehingga apa yang dilakukan harus sesuai dan konsisten dengan apa yang diucapkan.

Setelah menjadi contoh yang baik, sosok calon pemimpin bangsa kedepan juga harus konsisten menjalankan perannya sebagai pemimpin. Menurut Suryanto konsistensi ini tentu yang baik dan idealis. Selain itu di zaman yang canggih seperti saat ini calon pemimpin juga harus mengerti mengenai teknologi. Sehingga nantinya calon pemimpin bangsa itu tidak gaptek dan dapat mengetahui mengenai kondisi kekinian melalui teknologi telekomunikasi.

"Bisa saja apa yang dilakukan Erick diberbagai kesempatan dengan memberikan contoh kepemimpinan di BUMN dan PSSI menjadi salah satu indikasi sebagai calon pemimpin nasional yang baik. Situasi sosial politik dan ekonomi mendatang sangat membutuhkan sosok pemimpin yang lengkap. Namun saya ingin  menyembut nama sosok," ucap Suryanto.

Secara psikologis, pemimpin memberikan contoh yang baik dan konsisten akan mempengaruhi anak buahnya. Jika calon pemimpin memiliki karakter yang ideal, maka mau tak mau menurut Suryanto akan mempengaruhi anak buahnya. Karena secara psikologi prinsip pemimpin adalah mempengaruhi orang lain. Sehingga diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik pada anak buahnya dan akhirnya kepada masyarakat.

Selain itu menurut Suryanto, di masa mendatang Indonesia membutuhkan calon pemimpin nasional yang tak sekadar transaksional dengan lembaga tertentu. Sehingga calon pemimpin nasional mendatang memiliki komitment terhadap kemajuan bangsa Indonesia.

"Saat ini banyak orang yang menjadi pemimpin karena transaksional. Saat ini bukan eranya lagi orang yang berkuasa karena transaksional. Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang bisa kerja. Buka hanya pintar ngomong. Pemimpin yang memiliki karakter seperti itu dapat menjawab tantangan dan membawa bangsa Indonesia menjadi lebih maju lagi," kata Suryanto.

Mernurut Suryanto, saat ini pemilih muda sudah sangat kritis dan rasional. Bahkan anak muda saat ini sudah dapat melihat calon pemimpin tersebut bisa kerja atau hanya pencitraan saja. Tak cukup meyakinkan pemilih sekarang dengan jargon. Suryanto mengakui memang opini publik calon pemimpin nasional bisa dibangun melalui media sosial.

"Namun tidak semua opini yang dibangun melalui buzzer sukses. Pemilih muda saat ini sudah sangat cerdik dan dapat melihat sosok calon pemimpin nasional yang bisa kerja atau yang hanya sekadar dibangun melalui opini. Apa lagi banyak opini yang dibangun buzzer itu tidak logis. Model pencitraan yang dibangun oleh calon pemimpin nasional melalui buzzer menurut saya kedepannya akan tak disukai masyarakat. Imbasnya bisa nanti tak dipilih," pungkas Suryanto.